"Well, see you, Amanda."
Klik.
Sambungan pun terputus. Aku menghempaskan tubuhku ke atas sofa. Well... menyusul...? Tidak apalah, setidaknya aku masih bisa bertemu dengannya lagi untuk yang terakhir kalinya.
---
Sudah hampir jam setengah delapan, tapi Ray belum juga menunjukkan batang hidungnya. Apakah ia tidak akan datang? Tapi ia sudah berjanji untuk datang menyusulku. Aku semakin gelisah. Entah sudah berapa kali mataku terus melirik jam tangan, mungkin sudah ratusan kali karena aku terlalu gelisah.
Seorang wanita berdiri tepat di hadapanku, tangan kanannya dia angkat sejajar dengan wajahku, dan ada sebuah foto di sana. Matanya semakin menyipit, ia begitu memerhatikanku dengan seksama dan juga sebuah foto di tangannya.
"Ah! Akhirnya aku menemukanmu! Kau... Amanda, bukan?" tanyanya dengan penuh semangat.
Keningku mengernyit. "Ya, memangnya ada apa?" tanyaku heran.
"Apa kau temannya, Ray?" tanyanya lagi, dan kini nada pertanyaannya seketika berubah drastis, jadi nada penuh rasa bersalah.
Aku mengangguk lalu menjawab, "Ya."
Wanita itu menghela napas berat, aku bisa merasakan hembusan napasnya itu. Lalu, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Amplop putih. Ia menyodorkannya padaku dengan penuh keengganan.