Mohon tunggu...
DESSY FIRWANTI NIM (121221114)
DESSY FIRWANTI NIM (121221114) Mohon Tunggu... Mahasiswa - jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPN - [Kuis 09]

16 Juni 2024   00:08 Diperbarui: 16 Juni 2024   00:11 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Definisi Akuntansi Pajak ?

              Akuntansi pajak adalah proses menghitung, mencatat, dan melaporkan data keuangan yang dilakukan oleh organisasi atau individu guna memenuhi kewajiban perpajakan. Proses ini mencakup penghitungan pendapatan, pengeluaran, dan kewajiban pajak, serta pelaporan keuangan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Tujuan dari akuntansi pajak adalah untuk menyederhanakan proses penghitungan dan pelaporan pajak, sekaligus memastikan bahwa organisasi atau individu tersebut mematuhi kewajiban pajak yang ditetapkan. 

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

              Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pasal 5A menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak. Menurut Waluyo (2011), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa dalam negeri (di dalam wilayah pabean) oleh individu atau badan. Secara umum, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dibebankan atas penjualan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak oleh wajib pajak saat melakukan transaksi di wilayah pabean.

Memahami tentang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)

              Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dikenai pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Selain memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pengusaha ini juga menerima Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Pengusaha mencakup individu atau badan usaha dalam bentuk apa pun yang, dalam kegiatan usahanya, memproduksi barang, mengimpor atau mengekspor barang, melakukan perdagangan, menggunakan barang tak berwujud dari luar wilayah pabean, menawarkan jasa, atau menggunakan jasa dari luar wilayah pabean.

              Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah individu atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dalam kegiatan produksi barang, impor ekspor, perdagangan, atau usaha jasa. Ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta peraturan turunannya.

Namun, tidak semua pengusaha dapat dikukuhkan sebagai PKP. Terdapat ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi agar wajib pajak dapat menjadi PKP. Pengusaha atau badan yang melakukan penyerahan barang dan jasa kena pajak serta memiliki omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun wajib melaporkan usahanya dan menjadi PKP. Sedangkan pengusaha pribadi atau badan dengan omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar per tahun yang melakukan transaksi barang/jasa kena pajak dapat memilih untuk menjadi PKP atau tidak.

 (hal ppt : 2)

Apa fungsi Pengukuhan untuk Pengusaha yang Kena Pajak ?

              Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berfungsi sebagai alat administrasi resmi untuk memastikan bahwa pengusaha atau badan usaha memenuhi syarat dan mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak memberikan pengusaha hak dan kewajiban terkait PPN, memfasilitasi kepatuhan administrasi pajak, memastikan legalitas dalam pengenaan dan pelaporan PPN, dan meningkatkan kepercayaan dalam hubungan bisnis.

Fungsi-fungsi pengukuhan ini meliputi:

1. Legitimasi sebagai PKP

  • Pengakuan Resmi:Memberikan pengakuan hukum bahwa pengusaha tersebut memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) :Menyediakan bukti resmi pengukuhan sebagai PKP, yang digunakan dalam interaksi dengan otoritas pajak dan mitra bisnis.

2. Kewajiban PPN

  • Penyetoran PPN : Mengharuskan pengusaha untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
  • Pelaporan PPN :Memerlukan pelaporan dan penyetoran PPN yang telah dipungut kepada pemerintah melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN secara periodik (biasanya bulanan).

3. Hak Administratif

  • Pemungutan dan Pengkreditan: Memberi hak untuk memungut PPN dari konsumen dan mengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran, yang memungkinkan pengusaha mengurangi jumlah PPN yang harus disetor.
  • Faktur Pajak :Memberikan hak untuk menerbitkan Faktur Pajak yang sah, yang diperlukan untuk memungut PPN.

4. Transparansi dan Kepatuhan

  • Pengawasan :Memungkinkan pemerintah untuk mengawasi dan mengaudit kegiatan bisnis terkait PPN guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan.
  • Kepatuhan Pajak : Membantu pengusaha mematuhi kewajiban perpajakan dan menghindari sanksi atas ketidakpatuhan, seperti denda atau penalti.

5. Transaksi dengan PKP Lain

Verifikasi Pajak Masukan : Mengizinkan pengusaha yang bersangkutan untuk memperoleh bukti faktur pajak dari transaksi dengan PKP lain yang diperlukan untuk pengkreditan pajak masukan.

6. Peningkatan Kepercayaan

Kepercayaan Mitra Bisnis : Menambah kepercayaan mitra bisnis dan pelanggan karena pengusaha telah memenuhi standar resmi sebagai PKP, yang menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. 

(hal ppt : 3 dan 4)

Bagaimana saat Penyerahan Pengusaha Kena Pajak?

              Saat penyerahan merujuk pada waktu atau momen di mana penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak secara resmi dianggap terjadi. Hal ini melibatkan peralihan risiko dan manfaat dari pemilik barang atau penyedia jasa kepada pembeli atau penerima jasa. Saat ini penting untuk menentukan kapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang dan kapan Faktur Pajak harus dibuat.

"Saat Penyerahan" dalam Penentuan PPN

1. Saat Terutang PPN

"Saat penyerahan" adalah dasar untuk menetapkan kapan PPN terutang. Artinya, PPN terutang pada saat terjadi penyerahan barang atau jasa yang menyebabkan peralihan risiko dan manfaat kepemilikan kepada pembeli. Pengakuan Pajak Pada saat ini, kewajiban pajak untuk penyerahan tersebut secara resmi dimulai, dan PPN harus dihitung berdasarkan nilai transaksi yang terjadi.

2. Penyerahan Barang/Jasa

Penyerahan barang dianggap terjadi ketika risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli. Ini bisa terjadi pada saat pengiriman barang atau pada saat barang diterima oleh pembeli, tergantung pada perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat. Untuk jasa, penyerahan terjadi ketika jasa telah selesai diberikan dan diterima oleh penerima jasa sesuai dengan kesepakatan.

"Saat Penyerahan" dalam Pembuatan Faktur Pajak

Kewajiban Pembuatan Faktur Pajak "Saat penyerahan" juga menentukan kapan Faktur Pajak harus dibuat oleh pengusaha. Faktur Pajak harus dibuat segera setelah penyerahan barang atau jasa yang menyebabkan PPN terutang. Faktur Pajak berfungsi sebagai dokumen resmi yang mencatat jumlah PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa dan menjadi bukti sah untuk tujuan administrasi perpajakan.

Implementasi dalam Praktik Bisnis

"Saat penyerahan" terjadi ketika risiko dan manfaat kepemilikan barang atau jasa berpindah kepada pembeli, bukan hanya pada formalitas penandatanganan kontrak. Ini harus tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan perusahaan. Penyerahan dianggap valid untuk pengakuan pajak jika pendapatan dari transaksi tersebut dapat diukur secara andal.

Penyerahan ini diakui ketika risiko dan manfaat kepemilikan barang atau jasa telah berpindah kepada pembeli, dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal. Proses ini harus dicerminkan dengan penerbitan Faktur Pajak yang berfungsi sebagai dokumen sumber untuk mencatat pengakuan pendapatan atau piutang dalam sistem pembukuan perusahaan.

(hal ppt : 5)

Apa fungsi Faktur Pajak ?

              Faktur Pajak yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai bukti pemungutan pajak atas PPN dan/atau PPnBM berperan sebagai bukti bahwa PKP telah melakukan kewajibannya untuk mengenakan pajak terhadap pihak yang menerima Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), sehingga menghilangkan kemungkinan adanya tuduhan penyelewengan atau manipulasi pajak. Selain itu, Faktur Pajak juga berfungsi sebagai bukti bahwa PKP yang menerbitkan faktur tersebut telah memenuhi kewajiban dalam pemungutan, penyetoran, dan pelaporan SPT Masa PPN.

 Secara internal, Faktur Pajak juga berperan sebagai alat kontrol dalam akuntansi perusahaan. Hal ini karena setiap komponen biaya yang tertera dalam Faktur Pajak harus mendapat persetujuan dari manajemen perusahaan yang bertanggung jawab terhadap urusan perpajakan.

Kode transaksi adalah bagian integral dari Faktur Pajak, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 PER-03/PJ/2022. Kode transaksi ini merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagai keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Posisinya terletak pada kolom kode bersama dengan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP), yang terdiri dari enam belas digit. Dua digit pertama menunjukkan kode transaksi, satu digit berikutnya adalah kode status Faktur Pajak (normal atau pengganti), dan tiga belas digit sisanya adalah NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Kode transaksi Faktur Pajak mencakup sembilan jenis, dari angka 01 hingga 09, dengan masing-masing digunakan untuk mengidentifikasi jenis transaksi antara Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pihak yang melakukan transaksi dengannya. Dalam pembuatan Faktur Pajak, terdapat elemen kode transaksi yang wajib disertakan. Kode transaksi ini merupakan bagian penting dalam Faktur Pajak yang mencatat informasi mengenai penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Pengisian Kode Transaksi

01          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode transaksi ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan kode transaksi 09.

02          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN instansi pemerintah yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN instansi pemerintah.

03          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah) yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah).

04          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) Undang-Undang PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Contoh transaksi untuk kode transaksi ini adalah penyerahan LPG Tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi pada titik serah Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam PMK-62/PMK.03/2022.

05          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP yang:

  • mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu
  • melakukan kegiatan usaha tertentu; dan/atau c) melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu.

Contoh transaksi yang menggunakan kode transaksi ini adalah penyerahan LPG Tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi pada titik serah Agen atau Pangkalan sebagaimana dimaksud dalam PMK-62/PMK.03/2022.

06          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode transaksi 01 sampai dengan kode transaksi 05, dan kode transaksi 07 sampai dengan kode transaksi 09, antara lain sebagai berikut.

  • Penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN.
  • Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN.

Contoh transaksi yang menggunakan kode transaksi ini adalah sebagai berikut: PKP A melakukan penyerahan BKP berupa penjualan baju batik kepada Tn B yang merupakan WNA pemegang paspor Amerika Serikat. Atas penyerahan tersebut, maka PKP A menerbitkan Faktur Pajak dengan kode transaksi 06 kepada Tn B.

07          Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah berdasarkan peraturan khusus yang berlaku.

08          Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan peraturan khusus yang berlaku.

09          Kode transaksi ini digunakan untuk penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP.

(hal ppt : 6 dan 7)

Saat Penyerahan BKP dan JKP bergerak

              Dalam situasi di mana penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dapat diklasifikasikan dalam dua atau lebih kode transaksi Faktur Pajak yang berbeda, terdapat ketentuan mengenai urutan prioritas penggunaan kode transaksi.  

  • Penyerahan yang mendapat keuntungan dari fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM, di mana pajak tidak dipungut atau ditanggung oleh pemerintah, atau diberikan pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, akan tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08. Hal ini berlaku meskipun jenis penyerahan tersebut sebenarnya termasuk dalam kategori yang dijelaskan dalam kode transaksi 01 sampai 06 dan kode transaksi 09.
  • Jika jenis penyerahan tidak termasuk dalam kategori yang diberikan dalam kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada pemungut PPN di mana PPN atau PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN yang bersangkutan akan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03. Ini berlaku meskipun jenis penyerahan tersebut sebenarnya termasuk dalam kategori yang dijelaskan dalam kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
  • Untuk jenis penyerahan yang tidak termasuk dalam kategori yang dijelaskan dalam kode transaksi 07, 08, 02, dan 03, serta termasuk penyerahan yang dikenakan tarif selain dari yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN, serta penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan Pasal 16E Undang-Undang PPN, akan tetap menggunakan kode transaksi 06. Hal ini berlaku meskipun jenis penyerahan tersebut sebenarnya termasuk dalam kategori yang dijelaskan dalam kode transaksi 04, 05, dan 09.
  • Jika jenis penyerahan tidak termasuk dalam kategori yang dijelaskan dalam kode transaksi 02 hingga 09, maka kode transaksi yang digunakan adalah kode transaksi 01.
  • Jika penyerahan dilakukan kepada pemungut PPN, namun PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya dibayar dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN tersebut, maka kode transaksi yang digunakan akan sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan dalam angka 4.

(hal ppt : 9 dan 10)

Kegiatan Usaha Pedagang Eceran

              Menurut definisi resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PKP Pedagang eceran merujuk kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha terhadap Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) sebagai berikut:

  • Barang Kena Pajak dapat dijual melalui berbagai tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara langsung mengunjungi konsumen akhir dari satu tempat ke tempat lainnya. Penjualan ini dilakukan kepada konsumen akhir tanpa adanya penawaran atau pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang sebelumnya. Penyerahan Barang Kena Pajak biasanya dilakukan secara tunai, di mana penjual langsung memberikan barang kepada pembeli, dan pembeli umumnya membawa barang yang dibelinya secara langsung.
  • Jasa Kena Pajak disediakan melalui tempat penyerahan jasa yang langsung ditujukan kepada konsumen akhir. Umumnya, penyedia jasa akan mengunjungi konsumen langsung dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Penjualan jasa ini dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir tanpa adanya penawaran tertulis, pemesanan tertulis, lelang, atau kontrak sebelumnya. Pembayaran untuk jasa ini biasanya dilakukan secara tunai.

Faktur pajak pengecer minimal dibuat dalam dua rangkap, yang mana :

  • Rangkap pertama diperuntukkan bagi pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
  • Rangkap kedua diperuntukkan bagi pedagang eceran yang membuat faktur pajak sebagai arsip. Rangkap kedua ini dapat berupa rekaman faktur pajak dalam bentuk media penyimpanan elektronik seperti CD atau Digital Data Storage (DDS)

(hal ppt : 11)

Jenis SSP dan Mata Anggaran Penerimaan dalam Perpajakan

Pembayaran pajak oleh wajib pajak akan menghasilkan Surat Setoran Pajak (SSP), yang berfungsi sebagai bukti bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajibannya dalam menyetor pajak. Meskipun sekarang ini peran SSP telah digantikan oleh Surat Setoran Elektronik (SSE), namun penting untuk memahami secara mendalam mengenai SSP.

SSP diberikan kepada wajib pajak setelah penyetoran pajak dikonfirmasi oleh semua pihak terkait dalam transaksi, termasuk wajib pajak yang menyetor, wajib pajak pemungut, serta Direktorat Jenderal Pajak atau kantor perpajakan lain yang menerima penyetoran tersebut.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap jenis Surat Setoran Pajak (SSP) digunakan untuk melakukan penyetoran pajak yang spesifik sesuai dengan kebutuhan wajib pajak. Dalam proses administrasinya, setiap jenis pajak dikelola secara terpisah dalam kas negara. Oleh karena itu, sistem ini membutuhkan konsep yang dikenal sebagai Mata Anggaran Penerimaan (MAP).

Dalam penggunaannya, satu SSP hanya dapat digunakan untuk membayar satu jenis pajak pada satu masa pajak atau tahun pajak tertentu. Jika ada penyetoran yang mencakup lebih dari satu jenis pajak, maka diperlukan kode khusus untuk mengidentifikasi pajak yang disetorkan. Berikut ini akan dijelaskan kode dan penggunaan kodenya dalam Surat Setoran Pajak.

No.

MAP Baru

Uraian Kode MAP

1.

411121

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 21

2.

411122

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 22

3.

411123

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 22 Impor

4.

411124

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 23

5.

411125

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 25/29 Orang Pribadi

6.

411126

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 25/29 Badan

7.

411127

Untuk penyetoran jenis pajak PPh 26

8.

411128

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Final dan Fiskal Luar Negeri

9.

411129

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Non-Migas Lainnya

10.

411111

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Minyak Bumi

11.

411112

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Gas Alam

12.

411113

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Lainnya dari Minyak Bumi

13.

411119

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Migas Lainnya

14.

411211

Untuk penyetoran jenis pajak PPh Dalam Negeri

15.

411212

Untuk penyetoran jenis pajak PPN Impor

16.

411221

Untuk penyetoran jenis pajak PPnBM Dalam Negeri

17.

411222

Untuk penyetoran jenis pajak PPnBM Impor

18.

411219

Untuk penyetoran jenis pajak PPN Lainnya

19.

411229

Untuk penyetoran jenis pajak PPnBM Lainnya

20.

411611

Untuk penyetoran jenis Bea Materai

21.

411612

Untuk penyetoran jenis Penjualan Benda Materai

22.

411619

Untuk penyetoran jenis Pajak Tidak Langsung Lainnya

23.

411621

Untuk penyetoran jenis Bunga Penagihan PPh

24.

411622

Untuk penyetoran jenis Bunga Penagihan PPN

25.

411623

Untuk penyetoran jenis Bunga Penagihan PPnBM

26

411624

Untuk penyetoran jenis Bunga Penagihan PTLL

(hal ppt : 12)

https://www.pajakku.com/read/5ddfa630387af773a9e011de/NPWP-dan-Pengukuhan-PKP

https://klikpajak.id/blog/fungsi-pengukuhan-pengusaha-kena-pajak/#:~:text=Pengusaha%20maupun%20Badan%20yang%20melakukan,usahanya%20dan%20dikukuhkan%20sebagai%20PKP.

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/267125/per-05pj2023)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38759/uu-no-42-tahun-2009

https://www.pajak.go.id/id/peraturan-direktur-jenderal-pajak

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/267125/per-05pj2023

https://www.pajak.go.id/id/artikel/kode-transaksi-faktur-pajak

https://klikpajak.id/blog/jenis-ssp-dan-mata-anggaran-penerimaan-dalam-perpajakan/

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/faktur-pajak-pedagang-eceran#:~:text=Faktur%20Pajak%20Pedagang%20Eceran%20atau,dan%20pajak%20penjualan%20yang%20berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun