"Anak itu phobia suara peluit, lekas kejar!" teriak Ibu Prita.
Kuputuskan hanya Ibu Prita yang menemaniku mencari Kevin, sementara lainnya kembali ke dalam bus. Kurasa lebih aman berdua dengan jagoan karate daripada berlima dengan anak-anak cengeng.
"Berhenti!"
Pak Fred berteriak. Perlahan sosoknya terlihat dari balik semak-semak bersama Kevin. Anak itu menangis, memanggil-manggil Ibunya, sementara seutas tali melingkar pada lehernya.
"Berikan barang-barang berharga kalian atau anak ini akan mati!"
Buuuuk!
Seseorang memukul punggung Pak Fred. Tali yang melingkar pada leher Kevin mulai mengendor, dengan cepat anak itu menghampiri Ibunya. Ketika Pak Fred hendak meraih kembali tubuh Kevin, Ibu Prita dengan sigap melumpuhkan kaki kiri Pak Fred dengan senjata api.
"Maaf atas kelakuan saudaraku. Sudah lama polisi mencarinya. Kami kembar tapi dia memilih untuk menjadi penjahat. Ia kerap mencuri identitasku. Sebelum berangkat menuju hutan konservasi, Paul membuatku pingsan dan mengikatku di gudang dekat pos penjaga. Pemuda inilah yang menyelamatkanku dan kami bersama-sama menuju ke tempat ini."
Aku selalu yakin dengan dugaku. Dia bukan Pak Fred! Dua hari yang lalu kami bersebelahan dalam pesawat. Kami berbincang, termasuk tentang tujuan mengunjungi hutan konservasi. Tak mungkin jika ia tak mengenaliku.
Memperhatikan gerak-gerik setiap pertemuan memang perlu, termasuk dengan orang-orang yang mungkin kau anggap tidak penting. Barangkali kau akan berjodoh dengan misteri dalam waktu dekat ini.
"Dari mana Ibu Prita mendapatkan senjata itu?" tanyaku curiga.