"Apa aku berhak untuk lebih dari itu?"
Ia mendekat, mengecup bibirku.
"Kau masih butuh jawaban?"
Ia benar-benar membuatku mati kutu.
"Aku benci kata-kata, setiap lariknya penuh hianat. Kata-kata pulalah yang membuatku terus menunggu, meski kutahu kata-kata berdusta."
"Kau masih memeluk kenang tentangnya?"
"Akan segera kuakhiri."
Dan aku telah memiliki kekasih. Rembulan tahu bagaimana kami saling memeluk. Bintang pun mengintip dalam kerlip saat aku menghapus lara pada setiap jengkal tubuhnya.
***
Sudah dua jam perempuan berambut hitam sebahu duduk di sana. Berkali-kali ia membuka secarik kertas lalu melipatnya bersama tawa yang sedari tadi keluar dari mulutnya. Kemudian ia menatap rembulan dengan matanya yang congkak. Entah siapa yang duduk bersamanya di bangku itu.
"Nak, Ayahmu sudah pulang."