Karin benar. Aku harus tetap sekolah. Setiba di rumah, aku akan segera menyampaikannya pada Ibu. Siapa tahu nasib baik berpihak padaku dan aku akan menjadi orang yang sukses seperti ayah Karin.
***
Aku memutuskan untuk pulang lebih awal. Jika biasanya aku mendapatkan sekarung penuh botol plastik, hari ini hanya setengahnya saja. Ada hal yang ingin aku sampaikan pada Ibu, mengenai sekolahku dan juga gadis bermata bulat itu.
Setiba di bibir gang menuju rumahku, aku melihat banyak orang memakai seragam hijau. Mereka melempar kayu-kayu, mengabaikan tangis seorang Ibu bersama balita dalam gendongannya. Beberapa rekannya mengarahkan mobil-mobil besar berbelalai mirip cangkul untuk merobohkan rumah-rumah.
Kemudian aku ingat Ibu. Segera kucari rumahku.
Rata.
O, sial.
Kemana mereka membawa Ibu pergi?
Dari kejauhan, kudengar seseorang berteriak memanggil namaku. Ia berlari mendekatiku. Orang itu tak mengatakan apapun, ia hanya ingin agar aku segera mengikutinya.
Hatiku menjadi tak karuan. Apa yang terjadi?
Kulihat Ibu terbaring lemah di atas tumpukan kardus. Tubuhnya begitu berdebu, terlihat beberapa luka pada bagian tubuhnya.