Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemanusiaan RTC] Bau Sampah

27 Juli 2016   15:06 Diperbarui: 27 Juli 2016   15:16 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Di ruangan berukuran 4 x 4 meter, Ibuku tertidur. Tak ada lagi Bapak, juga adik, yang bisa dipeluknya. Tahun lalu, setelah Bapak membawakan sekantong jeruk untuk aku dan adikku, tubuh Bapak ditemukan tergeletak tak bernyawa di pinggir jalan. Tubuh Bapak penuh luka, lebam di sana-sini. Sepertinya Bapak mati dipukuli orang. Apa salah Bapak?

Sepulang sekolah, aku biasa membantu Bapak berjualan koran di lampu merah. Walau Bapak tidak memiliki banyak uang, Bapak selalu mengajarkan syukur kepada kami. Itulah mengapa kami tidak pernah merasa miskin.

Sepeninggal Bapak, Ibu memutuskan untuk memulung. Ibu mengatakan kepadaku bahwa bekerja sebagai pemulung itu sangat mulia, meskipun tidak pernah dihargai, setidaknya sudah sedikit membantu pemerintah mengurangi sampah.

Sejak Ibu membawa pulang kardus-kardus dan botol-botol plastik bekas, adikku mulai sakit-sakitan. Beberapa kali adikku mengeluhkan perutnya. Aku pernah bertanya tentang rasa sakitnya, katanya, seperti ada puluhan jarum yang menusuk-nusuk lambungnya.

Adikku menyusul Bapak tepat enam bulan setelah Bapak pergi. Ibuku terpukul. Ia merasa bahwa telah gagal menjadi seorang istri dan ibu. Berulangkali kukatakan pada Ibu bahwa semua yang terjadi adalah suratan takdir, bukan salah Ibu. Sia-sia. Ibu masih tetap menghabiskan waktunya di dalam ruangan 4 x 4 meter dengan tidur tanpa makan.

Aku tak bisa melihat tubuh Ibuku semakin kurus. Kuputuskan untuk berhenti sekolah, merawatnya dan mencari uang.

***

Aku melihat Karin berdiri di balik pagar biru. Poninya tersisir rapi ke depan, dengan bando merah mudah, ia terlihat sangat cantik. Karin adalah teman sekolahku. Penciumannya berbeda dengan teman-temanku yang lain. Karin mengaku tak pernah mencium bau sampah dari tubuhku. Sangat wajar jika aku jatuh hati padanya.

Karin menangkap sosokku. Matanya menyelidik benda yang kusangkutkan pada bahuku. Ia melambaikan tangan, memintaku mendekati pagar biru tempatnya berdiri. Rasa maluku terkalahkan rindu. Aku pun melangkah maju.

“Hei, sudah beberapa hari ini kau tak masuk sekolah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun