“Ibu! Ibu! Ada kepala!”
Dengan tenang ibu memandangku, “Jangan teriak malam-malam.”
“Ibu! Kepala itu menggelinding lalu mengigiti lututku. Lihatlah ini!”
“Mengakulah kalau kau baru saja terjatuh.”
“Ikutlah denganku, Bu dan lihatlah kepala itu.”
Aku melihat kepala itu melayang lalu keluar dari jendela kamarku. Potongan kepala dengan bedak tebal pada bagian wajahnya yang bergincu merah tua namun berkumis, tertawa-tawa di atas sumur.
Aku mengejarnya.
“Ibu, kepala itu masuk ke dalam sumur. Aku akan menimbanya dan ibu akan percaya bahwa aku tidak pernah berbohong!”
“Hentikan omong kosongmu itu, Nak.”
Ibu memegang tanganku kemudian berusaha menarikku untuk masuk ke dalam rumah. Aku segera melepaskan pegangan ibu dan mendorong tubuh ibu hingga terjatuh ke dalam sumur.
“Selamat melihat kebenaran itu, Bu.”