Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Tarian Maut

27 November 2015   14:34 Diperbarui: 27 November 2015   14:36 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anna tak hanya tersenyum, ia juga tertawa terbahak. Ia mainkan ujung-ujung rambutnya dengan pisau. Beberapa helai telah terpotong. Sangat tak ia sayangkan bagian dari tubuhnya sendiri, terlebih lagi tubuhku. Diambilnya bantal yang terjatuh di lantai. Ia menimangnya sesekali seperti bayi kemudian menusuk-nusuknya dengan pisau. Kapas-kapas keluar dari perut bantal.

“James, kau tahu apa yang sedang kulakukan pada bantal ini? Aku menusuk-nusuknya, membuat kapas-kapas yang berada di dalamnya keluar. Itulah yang akan segera terjadi pada perutmu, James. Aku akan mengeluarkan usus-ususmu dan mengginjaknya seperti ini!”

Bantal yang telah tertusuk-tusuk dan kehilangan banyak kapasnya, telah menjadi sasaran kaki-kaki mungil Anna. Aku menjadi ngeri ketika membayangnya yang ia injak-injak adalah isi perutku. Kuizinkan ia menikmati imajinasinya sebelum kulakukan sesuatu untuk membuatnya jera.

***

Dua manusia, berlomba selamatkan nyawa. Betubuh kurus-tinggi, bertelanjang dada dengan pistol terselip di saku depan celananya, terdiam dalam awas terhadap makhluk seksi yang berada di depannya. James begitu serius mengawasi setiap gerik Anna. Tak satupun terlewatkan begitu saja. Dari senyumnya, kerlingan matanya, gerakan jemari yang mainkan rambutnya dengan ujung pisau, hingga setiap helai rambut yang terjatuh di lantai.

Anna mulai meliuk-liukkan tubuhnya. Seperti ular yang menari-nari. Anna memang menari, melepaskan satu persatu pakaian yang melekat pada tubuhnya. Anna kembali memainkan pisau, memotong-motong rambut panjangnya, meniupkannya di depan muka James.

James mengulurkan tangannya, menyambut tarian Anna. Mereka bergerak seirama. Dua kali ke kanan, satu kali ke kiri, satu kali berputar. Mereka mengulangnya beberapa kali. Dua kali ke kanan, satu kali ke kiri, satu kali berputar. Dengan perlahan, James mulai melepas celananya.

Terlihat manusia-manusia telanjang. Menari-nari dalam kepungan dinding-dinding dingin. Sesekali mereka saling melempar senyum. Senyum yang terasa begitu pahit. Senyum yang mewakili kebusukan dari masing-masing hati dalam raga yang menari-nari.

“Anna, apa kau masih ingin hidup?”

“Pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban, James.”

“Bukankah kita berdua memiliki kesempatan yang sama?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun