Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Tarian Maut

27 November 2015   14:34 Diperbarui: 27 November 2015   14:36 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aku akan membenci siapa saja yang bahagia.”

“Kau tak sedang bahagia?”

“Hampir. Aku hampir saja bahagia, Anna.”

Kubelai kepala James dengan lembut. Kukecup keningnya berulang kali. James menangis. Ia keluarkan semua bulir-bulir kepedihan yang selama ini membelenggu hidupnya. Jerit lirihnya memilukan hati. Saat ini, James lebih mirip seorang bayi yang merindukan air susu ibunya.

***

Aku merasakan sebuah belaian yang begitu lembut. Mirip belaian mama, sebelum aku dibawa pergi oleh papa pada umur lima tahun. Papaku kemudian menikah lagi dengan seorang wanita muda. Mereka berfoya-foya, berbahagia, dan sukses melupakanku. Ketika aku menangis, wanita muda papa mencubitku dengan kukunya yang panjang. Kulitku memerah seketika, tak jarang hingga terkelupas. Jika mereka ingat, maka aku akan diberinya makan.

Papaku menjadi tak bertelinga. Ia tak mendegar saat aku berteriak minta tolong untuk segera dikeluarkan dari gudang bawah tanah. Kakiku mulai diserang oleh tikus-tikus hitam. Aku tak berhenti mengetuk pintu gudang bawah tanah. Papa membukanya. Aku senang. Namun wanita muda papa menyiramku dengan seember air dingin lalu mengunci pintunya kembali.

Aku lapar. Aku kedinginan. Tubuhku gemetar. Mengigil. Aku mulai menyukai tikus-tikus, terlebih anak-anaknya. Kudekati anak-anak tikus itu. Sangat kecil dan ringkih. Tubuhnya berwarna merah muda dan belum memiliki banyak bulu. Aku mengambilnya. Mendekatkannya pada hidungku, lalu melahapnya. Tidak begitu buruk. Papa pernah mengatakan bahwa memakan anak tikus begitu menyehatkan.

Wanita muda papa sangat tidak menyukaiku. Ketika didapatinya nilai buruk pada kertas ujianku, maka ia mulai mengambil pisau lalu mengukirkan angka-angka itu pada punggungku. Sakit sekali. Ia terus melakukannya hingga aku tak lagi mendapatkan nilai buruk. Aku harus pandai agar terbebas dari siksa wanita muda papa.

Belaian itu masih kurasakan. Sesekali kubuka mata untuk memperhatikan senyum manis Anna. Aku begitu terlambat menyadari kecantikannya, juga tentang keberadaan hatiku yang menginginkan kasih Anna. Aku hampir saja membuatnya gila dan menghilangkan nyawanya.

Kurasakan sentuhan yang berbeda pada punggungku. Lebih menyakitkan dibandingkan dengan sebuah pijatan. Rasa perih timbul perlahan. Kuraba punggungku. Basah. Seperti ada sesuatu yang mengalir dari punggungku. Darah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun