Aku telah berada di tempat ini. Berdua denganmu. Tubuhku mendidih kala kau sentuhkan bibirmu pada kening, selanjunya terjun bebas ke bawah untuk melumat lidahku. Sungguh tak percaya, di mana aku telah lakukan hal gila denganmu.
Semacam ciuman penghabisan, di mana kau dan aku bertukar liur di antara cumbu-cumbu liar. Aku tak bisa mengakhirinya, begitu juga denganmu. Kita telah melakukannya hingga hampir pagi. Bagi kita, lepaskan lumatan adalah dosa. Lanjutkan saja, saling menggigit hingga rindu tak lagi terasa.
“Kau tak bosan, Mas?”
“Adakah cinta berkawan dengan bosan?”
“Sungguhkah kau cintaiku?”
“Apa aku harus mengawinimu untuk tunjukkan itu?”
Lebih baik tak kuteruskan jawab, sebab akan percuma. Fokusmu hanya pada peluk dan cumbu. Kau begitu sibuk hangatkan diriku dengan sejuta peluk yang telah lama kau janjikan. Aku menyadari bahwa kau ingin lunasi janji.
Cumbumu adalah kenikmatan yang pahit. Dan relaku kau jadikan pahit. Lakukanlah hingga hampir pagi. Buat malam enggan dengar desah pada kamar tengah. Jangan berhenti hingga siang berani tampakkan diri.
Jemarimu senang berlama-lama mainkan ujung rambut sebelum kau pilih akhiri jejak-jejak cumbu pada keningku. Harus kuakui bahwa kau tak hanya lumat habis bibirku namun juga hatiku.
***
Kita telah tiba pada sebuah perpisahan setelah semalam lelah mainkan desah. Sudah kukatakan sebelumnya padamu bahwa aku begitu benci sebuah pertemuan sebab akan lahirkan kepedihan yang menyakitkan.