Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[SRINTIL] Namaku Srintil

22 Agustus 2014   22:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:49 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir hitamnya. Mas Bowo lebih memilih untuk menurunkan celananya. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan di antara kami. Yang ada hanyalah kebisuan dan gerakan yang harus kuikuti. Seirama. Dan kali ini aku harus mengalah.

*

*

Namaku Srintil. Mereka bilang, aku si janda centil. Belum sebulan aku menginjakkan kaki di desa ini, sudah hampir diusir. Bukan aku yang merayu, namun mata para lelaki itu yang tak mau lepas dari tubuhku. Dasar lelaki hidung belang! Aku -Srintil, bukanlah wanita jalang!

Cinta tak bisa memilih pada siapa hatinya akan berlabuh. Pun diriku. Lelaki botak berkumis tipis, membuatku tak mampu menahan hasrat untuk bercumbu. Aku jatuh cinta pada lelaki itu. Aku tak mau tahu tentang rahasia masa lalunya, yang kumau hanyalah bercinta dengannya.

“Sri....”

“Ya, Mas.”

“Kau mencintaiku?”

“Jika tidak, aku tak kan berada di sini.”

Mas Bowo memelukku rebih erat. Lekat. Hingga tak ada ruang tersisa di antara tubuh kami. Aku bahagia, serasa kembali pada masa lima tahun silam di mana lelakiku masih milikku. Sampai dia meminang Lastri menjadi istri dan memilih untuk meninggalkanku karena aku...mandul.

“Kau menikmatinya?”

“Tentu saja, Mas.”

Saling memagut hingga malam berkabut. Tak ada seorangpun mampu menghentikan kami. Bermain cinta di malam hari. Seperti pencuri. Menguji nyali di antara hidup dan mati.

***

Pagi ini, sekumpulan wanita paruh baya memandangku sinis. Dua di antaranya lebih memilih untuk meneruskan ocehannya. Rupanya ada pembicaraan serius dan akupun memutuskan untuk mencuri dengar.

“Suamiku tak pulang semalam.”

“Tanya saja sama Sri, pasti semalam suamimu bersamanya.”

“Jangan ngawur! Suamiku kepala desa di sini, dan tak mungkin dia melakukan hal itu.”

Kepala desa? Ah, mas Bowo bukanlah kepada desa dan aku tak perlu merasa berdosa ketika malam tiba untuk bercinta dengannya. Aku bukanlah wanita malam dengan cinta semalam. Aku ingin mas Bowo dan juga cintanya untuk selamanya.

***

Malam ini kami memutuskan untuk bertemu. Di kantor kantor kepala desa, tempat di mana dia bekerja sebagai penjaga.

“Sri, aku mau bicara.”

“Apa yang mau kau bicarakan, Mas?”

“Aku tak mau kehilanganmu.”

“Lantas kau akan menikahiku?”

“Aku tak bisa untuk hal itu.”

“Apa kau sudah beristri?”

Hening.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir hitamnya. Mas Bowo lebih memilih untuk menurunkan celananya. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan di antara kami. Yang ada hanyalah kebisuan dan gerakan yang harus kuikuti. Seirama. Dan kali ini aku harus mengalah.

“Apa ini, Mas?”

Kuambil selembar kertas kecil yang meluncur dari saku bajunya.

“Kau kepala desa, Mas? Kau sudah beristri?”

Mas Bowo seolah tak peduli dengan apa yang kutanyakan padanya. Dibungkamnya bibirku dengan bibirnya. Inilah yang aku suka darinya. Tak hanya sebatas cinta di mata. Dia bisa jadikan semua itu menjadi nyata.

***

Pada dini hari...

Sri.... Srintil.... di mana kamu sayang?

DEG!

Adakah seseorang yang mencariku? Mas Bowo menghentikan geraknya seketika, kemudian menyambar celana di samping tubuhku. Dia menatapku penuh selidik.

“Kau mengundang lelaki selain diriku, Sri?”

“Tidak, Mas! Sungguh!”

“Kurang ajar! Kau ingin namaku hancur sebagai kepala desa di sini?”

PLAK!

“Percayalah, Mas. Aku tidak mungkin melakukannya padamu.”

“Mana ada laki-laki yang percaya pada wanita sepertimu!”

Kedua tangannya mulai menyentuh bagian-bagian tubuhku. Tak ada ampun yang kuterima. Satu tangan membungkam mulutku dan lainnya lebih memilih untuk mencekik leherku. Sakit. Sesak. Hingga semua rasa itu tak kurasa lagi.

“Mampus kau, Sri! Tak ada seorang pun yang bisa menggulingkan posisiku sebagai kepala desa di sini. Termasuk kau, Srintil! Hahahahaha.....”

***

Sri... Srintil... di mana kamu sayang?

Ada lelaki lain yang juga mencari keberadaan Srintil. Wajahnya cemas. Tubuhnya lemas. Tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di depan ruangan kepala desa. Sosok mungil itu keluar dari balik pintu.

Ah, akhirnya ketemu juga.

Dengan penuh kelembutan, dibelainya Srintil. Diciumnya mesra layaknya manusia. Lelaki tua itu segera berlalu sambil menggendong kucing hitam miliknya. Srintil.

Meooooong!

-oOo-

ikuti EVENT SRINTIL di sini

-oOo-

sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun