Kedua tangannya mulai menyentuh bagian-bagian tubuhku. Tak ada ampun yang kuterima. Satu tangan membungkam mulutku dan lainnya lebih memilih untuk mencekik leherku. Sakit. Sesak. Hingga semua rasa itu tak kurasa lagi.
“Mampus kau, Sri! Tak ada seorang pun yang bisa menggulingkan posisiku sebagai kepala desa di sini. Termasuk kau, Srintil! Hahahahaha.....”
***
Sri... Srintil... di mana kamu sayang?
Ada lelaki lain yang juga mencari keberadaan Srintil. Wajahnya cemas. Tubuhnya lemas. Tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di depan ruangan kepala desa. Sosok mungil itu keluar dari balik pintu.
Ah, akhirnya ketemu juga.
Dengan penuh kelembutan, dibelainya Srintil. Diciumnya mesra layaknya manusia. Lelaki tua itu segera berlalu sambil menggendong kucing hitam miliknya. Srintil.
Meooooong!
-oOo-
-oOo-