“Apa yang mau kau bicarakan, Mas?”
“Aku tak mau kehilanganmu.”
“Lantas kau akan menikahiku?”
“Aku tak bisa untuk hal itu.”
“Apa kau sudah beristri?”
Hening.
Tak ada jawaban yang keluar dari bibir hitamnya. Mas Bowo lebih memilih untuk menurunkan celananya. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan di antara kami. Yang ada hanyalah kebisuan dan gerakan yang harus kuikuti. Seirama. Dan kali ini aku harus mengalah.
“Apa ini, Mas?”
Kuambil selembar kertas kecil yang meluncur dari saku bajunya.
“Kau kepala desa, Mas? Kau sudah beristri?”
Mas Bowo seolah tak peduli dengan apa yang kutanyakan padanya. Dibungkamnya bibirku dengan bibirnya. Inilah yang aku suka darinya. Tak hanya sebatas cinta di mata. Dia bisa jadikan semua itu menjadi nyata.