Latte factor, suatu fenomena yang sering menyapa para penduduk bumi dan berkaitan dengan pengeluaran yang dianggap tidak terlalu penting. Namun ketika diakumulasikan, pengeluaran tersebut bisa membludak. Adakah solusi terbaik untuk mengatasi hal demikian?Â
Kemajuaan teknologi di era digital seperti sekarang ini, mampu memberikan kemudahan bagi para penduduk bumi dalam melakukan berbagai macam aktivitas.Â
Sejak generasi X dilahirkan, tepatnya di tahun 1969 silam, internet yang merupakan jaringan komputer telah dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, melalui proyek lembaga ARPA mengembangkan jaringan yang dinamakan ARPANET.
Seiring dengan berjalannya waktu dan seiring dengan dunia melahirkan para generasi milenial, generasi Z, hingga sekarang telah menyentuh kelahiran pada generasi alpha, kemajuan teknologi semakin berkembang pesat.
Para generasi-generasi tersebut ikut serta merasakan kemajuan teknologi. Terlebih lagi pada generasi Z dan generasi alpha yang bisa dikatakan sudah familier dengan kehadiran teknologi dan internet.Â
Salah satu kemudahan nyata yang dirasakan oleh kaum melek teknologi ini adalah, kemudahan dalam melakukan pembelian barang ataupun produk secara virtual.Â
Mulai dari membeli barang sesuai dengan kebutuhan, hingga melakukan transaksi pembeli sebatas pada keinginan. Semuanya bisa dilakukan dengan sangat mudah.Â
Pencet sana, pencet sini pada marketplace bisa berakhir di pintu transaksi pembelian. Apabila tidak bisa dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin, pengeluaran yang kamu lakukan sedikit demi sedikit akan menjadi bukit.Â
Namun ternyata, pengeluaran yang dilakukan tanpa disadari tidak hanya berpusat pada jajan online yang bisa kamu lakukan saat duduk, berdiri, bahkan rebahan sekalipun, karena pengeluaran tanpa disadari bisa disebabkan oleh latte factor.Â
Apa sih sebenarnya latte factor itu...
Dilansir dari kompas.com bahwa latte factor merupakan fenomena di mana seseorang rutin berbelanja hal-hal kecil dan menjadi besar tanpa disadari, sehingga kondisi keuangan seseorang menjadi berantakan.
Istilah latte factor dipopulerkan oleh seorang penulis finansial yang berasal dari Negeri Paman Sam bernama David Bach.Â
Fenomena latte factor menurut David Batch berkaitan dengan kebiasaan orang-orang mengonsumsi kopi secara terus menerus.Â
Di mana kopi merupakan salah satu contoh pengeluaran dalam bentuk skala yang bisa dikatakan kecil, namun apabila dilakukan secara terus menerus dan bila diakumulasikan bisa menciptakan pengeluaran yang besar.Â
Pengeluaran kecil yang bisa membludak ini, tidak hanya berfokus pada pembelian kopi saja, karena kopi merupakan salah satu contoh dari pengeluaran kecil yang tidak terlalu disadari, tetapi terus menerus kamu lakukan.Â
Mari ambil contoh lain dari latte factor...
Kamu yang saat ini telah bekerja, pastinya sudah bisa membeli apapun yang kamu mau (bisa kebutuhan dan bisa keinginan). Dan bisa dikatakan, pengendalian finansialmu berada di dalam genggamanmu sendiri, pastinya.Â
Setelah menerima pendapatan dari hasil kerja kerasmu, kamu sendiri selalu memfokuskan mana yang menjadi kebutuhanmu.
Sehingga kamu bisa menekan dengan sebaik mungkin keinginan yang tidak harus diwujudkan untuk membeli ini dan itu.Â
Namun tanpa disadari, kamu selalu melakukan pengeluaran untuk membeli sesuatu hal yang bernilai kecil. Sehingga tidak masuk dalam daftar pengeluaranmu.Â
Akan tetapi, pengeluaran kecil yang sering kamu lakukan tersebut bila diakumulasikan bisa membuat dirimu tercengang.Â
Sederhananya, kamu setiap hari selalu membeli air mineral dengan berat mencapai 600 ml sebanyak 2 botol ketika akan berangkat kerja.Â
Harga mineral yang terpajang di dalam minimarket tersebut bermacam-macam, mulai dari Rp 3.000, Rp 3.500, Rp 4.000 hingga mencapai nilai Rp 5.000.Â
Namun, kamu selalu membeli air mineral dengan harga yang paling murah, yakni Rp 3.000, bagimu harga tersebut sangat terjangkau.
Sehingga total pengeluaran yang kamu lakukan setiap harinya ketika akan bekerja untuk membeli air mineral adalah sebanyak Rp 6.000 (2 botol air mineral dikalikan dengan satu harga air mineral Rp 3.000).
Bagimu, uang Rp 6.000 tersebut sangatlah kecil, sehingga tidak akan masuk ke dalam daftar perhitungan uang yang keluar dari dompetmu.Â
Namun tanpa kamu sadari, air mineral yang kamu anggap tidak terlalu bernilai tersebut malah memiliki nilai yang fantastis setelah diakumulasikan.Â
Dalam satu bulan ada 30 hari (dibulatkan). Taruhlah dalam satu minggu kamu hanya bekerja selama 5 hari. Sehingga total hari kamu bekerja dalam satu bulan ada 22 hari dan libur 8 hari.Â
Dalam kurun waktu 22 hari kerja itu, setiap harinya, kamu selalu membeli air mineral dengan harga Rp 6.000, di mana total pengeluaranmu selama 22 hari kerja adalah sebanyak Rp 132.000 khusus untuk air mineral yang kamu bawa ke tempat kerja.
Itu baru satu pengeluaran yang tidak kasat mata saja kamu lakukan dan sudah mengeluarkan sebanyak Rp 132.000 dalam satu bulan.
Sehingga dalam satu tahun masa kerja, kamu telah mengeluarkan uang kurang lebih sebanyak Rp 1.584.000 (22 hari dikalikan 12 bulan sama dengan 264 hari, lalu dikalikan Rp 6.000) hanya untuk membeli air mineral saja. Banyak sekali, bukan?
Belum lagi, bila kamu melakukan transaksi pengeluaran kas lainnya yang dianggap sepele, seperti halnya membeli snack kesukaanmu.Â
Bayangkan saja, sudah berapa angka yang akan bertambah dalam daftar pengeluaran setiap bulannya untuk pengeluaran kecil yang berujung pada kata besar setelah diakumulasikan.Â
Berdasarkan sebuah survey, 9 dari 10 orang telah mengeluarkan lebih dari Rp 900 ribu untuk latte factor setiap bulannya.Â
Selain itu, contoh di atas masih sebagian kecil dari sekian banyak latte factor yang sering menyapa para penduduk bumi.Â
Berikut beberapa solusi yang bisa kamu terapkan untuk menghindari latte factor, seperti:
Sebelum mengeluarkan uang pahami tujuan kegunaannya
Ini merupakan poin utama yang harus kamu pahami. Bisa dikatakan pengeluaran yang kamu lakukan hanya bisa dikendalikan oleh dirimu sendiri.Â
Ketika kamu akan mengeluarkan uang, kamu sendiri harus bisa mengendalikan terkait pengeluaran yang akan kamu lakukan. Apakah semua pengeluaran itu termasuk kebutuhan atau malah sebaliknya.Â
Selain itu, dengan kamu memahami arah pengeluaran uangmu, kamu sendiri bisa mengendalikannya dengan solusi, seperti halnya yang telah dijelaskan di atas terkait latte factor.Â
Di mana pada dasarnya, untuk pembelian air mineral tersebut bisa kamu atasi dengan cara membawa botol air minum ke kantor yang telah kamu sediakan dari rumah.Â
Selain itu, kamu sendiri bisa memanfaatkan fasilitas kantor, yang pada umumnya (tidak semuanya) telah menyediakan air minum di setiap ruangannya.Â
Dengan begitu, kamu sendiri bisa menekan pengeluaran kecil yang sebenarnya bisa di atasi. Itulah sebabnya, kamu sendiri harus memahami arah pengeluaran yang terjadi.Â
Buatlah catatan terkait pengeluaran yang kamu lakukan
Untuk menetralisir setiap pengeluaran yang kamu lakukan. Ada baiknya, kamu selalu membuat catatan terkait kas yang kamu gunakan. Semua itu dilakukan bukan serta merta karena kamu terlalu perhitungan.
Melainkan, untuk melihat kejelasan dari pengeluaran tersebut. Sehingga kamu tidak terkejut ketika melihat saldo yang kamu miliki.
Seperti halnya kalimat protes pada diri sendiri yang satu ini, "lo kok tinggal segini, perasaan nggak ada yang dibeli deh, perasaan cuma bayar ini, itu dan ini aja, tapi kok..."
Jangan pakai ilmu perasaan entar baper, eh..
Nah, itulah sebabnya kamu harus bisa mencatat pengeluaranmu dengan laporan terbaik terkait finansial yang kamu miliki.Â
Catat semua pengeluaran yang kamu lakukan, meskipun pengeluaran tersebut kamu anggap sebagai pengeluaran yang tidak terlalu penting. Seperti yang telah dijelaskan pada salah satu contoh di atas.
Dengan demikian, kamu akan melihat dengan jelas setiap pengeluaran yang terjadi. Sehingga tidak akan menimbulkan persepsi, "kok uangnya tinggal segini..."Â
Adanya pencatatan terkait pengeluaran yang kamu lakukan, bisa membuatmu melakukan perbandingan ke arah yang lebih baik terkait kesehatan finansial yang kamu miliki.
Misalnya, di bulan kemarin (September) kamu begitu banyak melakukan pembelian terhadap hal-hal kecil dan di bulan ini (Oktober), kamu berusaha untuk tidak mengeluarkan uang apabila bisa di atasi dengan solusi terbaik versimu. Dengan demikian, kamu sendiri akan bisa melihat perbedaannya.Â
Peganglah prinsip untuk selalu menyisihkan uang
Setelah lelah bekerja, tentunya kamu tidak ingin kan melihat saldomu tidak memiliki angka sama sekali, karena aktivitas pengeluaran yang selalu kamu lakukan. Baik disadari maupun tanpa disadari.Â
Kamu sendiri harus bisa memegang prinsip untuk selalu bisa menyisihkan setiap bulan dari hasil pendapatan yang kamu peroleh selama bekerja.
Semua itu dilakukan demi masa depan yang baik untukmu. Semua itu dilakukan demi kesehatan finansialmu...
Dengan menekan pengeluaran kecil, bukan serta merta membuatmu menjadi manusia yang pelit dan terlalu perhitungan sana sini.Â
Bila ada solusi terbaik untuk menekan pengeluaran, kenapa tidak. Bukankah begitu?
Baca juga:Â Frugal Living
Thanks for reading
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H