" Karena dia sibuk ya begitu saja. Belanja kami dihitung, aku pulang bersama Janno. Kemarin sore kami bertemu di tempat yang sama, di atas jembatan. Kembali dia memandang ke bawah jembatan. Kali ini minus terjun. Menurut Dewi, setelah dia gagal bunuh diri kenapa dia masih kembali ke jembatan itu?"
Dewi Not memegang pelipisnya. " Apa isi percakapan kalian kemarin sore?" tanya Dewi.
" Dia bilang lagi banyak persoalan hidup. Dia lebih butuh Dewa Penyelesaikan Persoalan Hidup ketimbang Dewi Cinta," DC tersenyum kecut. Â Â
" Hahahaha, " Dewi Not tertawa keras. Mengundang DA dan DS menatap ke arahnya. " Tampaknya Paradewa harus menambah anggota baru, namanya Dewa Penyelesaikan Persoalan Hidup alias DPPH. "
DA dan DS geleng-geleng kepala, ikut ketawa hanya sebentar, lalu diam mungkin tak enak hati melihat ekspresi kecut di wajah DC.
DC menghindari kecanggungan. Ia ke pantri untuk membuat segelas coffemix. Saat ia kembali, Dewi Not menghilang entah ke mana. DC kembali mengamati monitor. Salah satu saham yang dipasangnya done. AE mengabarinya. DC merasa terhibur karena pagi ini berhasil mengantongi keuntungan yang tidak sedikit. Sirna pikiran yang ingin membuka perusahaan.
Demi memenuhi janjinya DC berangkat dari kantor jam 3 sore. Ia berharap 90 menit  tiba di BKT. Jalanan Jakarta menuju Bekasi sulit diprediksi, terkadang lengang, adakalanya macet padahal bukan jam pulang kerja.  Untungnya perkiraannya tidak terlalu meleset. Ia terlambat 8 menit tiba di tujuan. Saat ia tiba, terlihat Belani sudah berdiri di tengah jembatan. DC memarkir mobilnya di seberang jembatan dan berjalan kaki ke tengah jembatan. Beberapa motor lewat, mobil hanya satu-dua. Tak ada yang peduli pada mereka. Beberapa pemancing berteduh di bayangan pembatas jembatan.
" Maaf, aku terlambat. " ucap DC saat tiba di samping Belani.
Belani menoleh untuk menatap DC, " Apa yang kamu pikirkan saat melihatku berdiri di tengah jembatan seperti ini?" tanya Belani.
" Merenungi persoalan hidup, pengen menyepi." Jawab DC apa adanya.
" Kalau melihatku melompat ?"