Dari dalam tas, kuambil buku miliknya yang selamanya takkan pernah bisa kukembalikan. Kubuka lalu kubaca lembar demi lembar. Air mataku menetes. Beberapa lagu yang diminati oleh band temanku sudah kutandai dengan spidol merah. Aku yakin ia pasti senang, pikirku waktu itu. Namun apa daya, rencanaku tidak sampai. Kini yang tertinggal hanyalah buku ini dan kenangan singkat bersama seorang Gugun, sebuah jiwa yang takkan pernah cukup untuk dikenang secepat aku mengenalnya. Perlahan kulihat sekelilingku. Sungguh sudah tak sama lagi. Semuanya seakan tengah bermuram durja digerogoti sunyi, ikut berduka setelah mendengar Gugun pergi.
"Saya permisi dulu ya, Kak." pamit Noni sedikit mengagetkanku. Aku segera mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
Kututup buku itu. Kuamati terus para pengamen yang berlalu lalang di luar tenda, berharap menemukan sosoknya di tengah keramaian. Mungkin Noni salah dengar, mungkin yang tewas itu bukan Gugun, mungkin Gugun sedang dalam perjalanan kemari, batinku menyangkal. Namun percuma, kutahu penantianku sia-sia.
Aku menghela nafas. Beribu perasaan masih berkecamuk di pikiranku. Aku teringat lagi kata-katanya siang itu di bus kota,
"Nanti kalau sempat akan kujawab maksud pertanyaanku tadi."
Aku terisak perlahan. Rasa sesal seakan menjelma menjadi mimpi terburukku. Harusnya waktu itu aku paksa saja ia untuk menjawab, harusnya ketika itu aku ungkapkan saja perasaanku, harusnya saat itu aku langsung saja membawa Gugun ke hadapan teman-temanku, harusnya..... Aahh! Aku tidak mengerti bagaimana mengakhirinya. Namun satu yang kutahu pasti, mulai malam ini aku harus terbiasa tanpanya, tanpa tarikan suaranya, tanpa pesonanya, gairahnya, tanpa petikan dawai-dawai gitar Gugun, si rocker pecel lele.
*****
Untuk segala kenangan di antara rona terik mentari dan arsiran muram debu-debu jalanan...
*****
Selamat Hari Musik Nasional!Â
Estafet Perdana Kompasiana
Tim Trio Mawar Berduri:
Dewi Leyly (Topik 1)
Ari Budiyanti (Topik 2)
Derby Asmaningrum (Topik 3)