Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rocker Pecel Lele

9 Maret 2020   15:57 Diperbarui: 9 Maret 2020   15:59 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: merdeka.com dan pixabay.com, edited

"Pindah tempat ngamen?"

"Bukan."

"Pulang ke kampungnya?"

Noni menggeleng.

"Emm...Bang Gugun dah meninggal." ucapnya datar.

"Haah?!!" teriakku terkejut setengah mati. Kurasakan kepalaku seketika berputar-putar, perutku tiba-tiba terasa mual, tubuhku gemetar, tak percaya semua ini kudengar. 

Noni segera mengambil bangku lalu duduk di hadapanku sementara mataku mulai berkaca-kaca. Ia menceritakan bahwa seminggu yang lalu, Gugun dipukuli sampai tewas. Ia menjadi korban karena salah sasaran dalam sebuah peristiwa pencopetan.

"Di Terminal Bus Bekasi Timur. Dia waktu itu ngamen di bus Patas 27 dari Blok M ke Bekasi. Pencopetnya akhirnya kabur, Bang Gugun yang berusaha mau menolong malah digebukin. Begitu yang saya dengar. Beritanya juga gak jelas asal mulanya gimana karena beredar dari mulut ke mulut. Saya tahu dari tukang ojek di situ." jelasnya sambil menunjuk ke arah para tukang ojek yang mangkal. Badanku langsung lemas.

Dadaku terasa sesak ketika menyadari aku tidak akan bertemu dengannya lagi padahal sekarang aku ingin mengabarkan bahwa salah satu grup rock ternama yang pernah kupinjami buku milik Gugun, tertarik membeli lagu-lagu ciptaannya. Pemain bas mereka yang juga teman dekatku telah memberitahuku kemarin siang dan ingin secepatnya bertemu Gugun. Mereka akan memberi royalti penuh untuknya dan tertarik menyertakannya dalam sebuah audisi untuk menempati posisi sebagai gitaris tambahan.

Aku pun hanya bisa tertegun, masih tidak percaya secepat ini kehilangan Gugun sebelum cerita hidupnya benar-benar dimulai. Kutarik nafas dalam-dalam lalu kututup kedua mataku mencoba memutar kembali kisah pertemuan pertamaku dengannya di sini, ketika ia bernyanyi, ketika wajahnya bersemu merah, ketika rambutnya menari-nari dalam desahan angin malam dan tersinari lampu jalan yang temaram. Ingatanku pun tiba di potongan percakapan kala itu.

"Ambillah. Nggak perlu dikembalikan. Buat kenang-kenangan jika kita nggak ketemu lagi." ucapan Gugun yang membuatku bertanya-tanya waktu itu kini terngiang-ngiang di telingaku. Akhirnya aku mengerti apa maksud perkataannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun