Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rocker Pecel Lele

9 Maret 2020   15:57 Diperbarui: 9 Maret 2020   15:59 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: merdeka.com dan pixabay.com, edited

"Boleh aku pinjam bukumu?" tanyaku berharap.

"Memangnya buat apa?" tanyanya heran.

"Mmm... bagaimana kalau ternyata ada yang tertarik sama lagu-lagumu?"

Gugun tertawa kecil. Terlihat jelas kedua lesung pipitnya yang membuat wajah pemuda itu semakin menawan. Ia kemudian menyandarkan gitarnya pada sebuah gerobak bubur ayam lalu mengambil buku yang kupinta dari tasnya.

"Ambillah. Nggak perlu dikembalikan. Buat kenang-kenangan jika kita nggak ketemu lagi." ucapnya sembari menyerahkan buku itu padaku. Darahku sempat berdesir mendengar perkataannya. Entah kenapa, ada rasa sedih dan khawatir yang menjalar perlahan.

"Pasti akan kukembalikan. Tapi kamu mau kan kalau ada yang memintamu bekerja sama untuk membuat lagu?" tanyaku sembari memasukkan buku itu ke dalam tas. Gugun mengangguk pelan. 

"Sudah pasti." jawabnya.

Ia menatapku cukup lama lalu tersenyum. Rambut gondrongnya perlahan tertiup desiran angin malam. Tanpa kusadari, aku sudah berdiri dekat di hadapannya. Entah perasaan apa yang tiba-tiba melandaku, aku berusaha menepisnya, berusaha tidak gugup dalam binar tatapan matanya.

"Sudah larut." ucapnya pelan lalu melepas bandana yang sejak awal melingkari kepalanya. Aku mengangguk. Ia kemudian menemaniku ke tempat aku memarkir motor. Setelah membayar tukang parkir, aku pamit padanya yang dibalas dengan ucapan terima kasih, selamat malam dan lambaian tangan sesaat.

Aku memang sudah yakin kalau ia adalah seseorang yang istimewa, setidaknya bagiku, batinku berucap ketika aku sudah meluncur di atas sepeda motorku. Entah kenapa aku langsung merasa dekat dengannya seperti sudah akrab bertahun-tahun. Ah, gila! Aku kan baru kenal dia malam ini, batinku segera menepis. Aku hanya berharap jangan sampai diriku jatuh cinta kepadanya. Lagi-lagi aku tersenyum sendiri sambil melanjutkan perjalanan pulang.

Malam-malam berikutnya, aku dan Gugun sering bertemu di warung pecel lele itu. Selesai ngamen, kadang aku membelikannya nasi bungkus atau mengajaknya makan di warung sate yang bersebelahan dengan warung Mas Mul. Terkadang pula gantian ia yang mentraktir aku makan atau sekedar memesan jus alpukat jika uangnya sedang pas-pasan karena belum gajian, katanya. Setelah itu kami akan ngobrol hingga warung-warung di sana mulai tutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun