Mohon tunggu...
Deni Humaedi
Deni Humaedi Mohon Tunggu... -

sekarang bergiat di kelompok studi Balai Merdeka Institute yang fokus pada tema-tema filsafat politik, sosial, budaya, dan sastra. Juga bergiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cincin Pernikahan

5 November 2011   03:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:02 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seminggu
kemudian pak Narto kembali datang ke rumah Marjan. Bukan untuk menawarkan
pekerjaan jahat atau apapun ia datang ke rumah Marjan, tapi untuk meminta maaf
dan berterima kasih.

“kau
telah menyadarkan saya Marjan. Keteguhanmu pada prinsip, penghormatanmu pada
orang lain membuat saya tersadar bahwa kejernihan hati dan akal adalah landasan
hidup yang mesti kita pegang”lirih pak Narto

“cinta
pada sesama adalah akar hidup pak”jelas Marjan

“ini
ada uang tiga juta. Pakailah buat keperluanmu Marjan”

“tapi
pak!”

“ini
hakmu. Terimalah” pak Narto menyela kemudian pergi

“inilah
buah dari ketulusan cinta kita Marnih”haru marjan sambil meneteskan air mata.

***

Hari
semakin sore. Marnih masih belum menemukan cincin itu. Sementara sebentar lagi
suaminya pulang.

Tanpa
salam, Marjan masuk ke rumah. Dia mendapati Marnih dengan wajah layu dan kuyu.

Ditanyanya
kenapa wajah Marnih tak seperti biasanya meskipun ada simpul-simpul senyum
dibibirnya. Tapi sebagai suami Marjan tahu bahwa Marnih sedang diendapkan
masalah.

“Mar”
demikian ia biasa menyapa isterinya itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun