“jika
kau sanggup mengerjakan ini, kau akan mendapatkan uang banyak Marjan. Ini
pekerjaan besar. Tentu kau mau kan?” pak Narto menawarkan
“soal
mau dan tidak tak perlu ditanya lagi pak” Marjan menyombong
“betul
kau mau?” pak Narto menegaskan kembali
Marjan
mulai memikir. “ya tapi apa yang harus saya kerjakan pak?”
“hmm
maaf pak untuk yang satu ini saya tak bisa menerimanya”
“Benar
kamu tidak mau?duitnya gede loch”pak Narto menggoda
“Demi
Tuhan saya tidak mau mengerjakan pekerjaan kotor ini. Ini dosa pak. Lebih baik
batalkan saja niat bapak atau cari orang lain”
“saya
kepingin kamu yang mengerjakannya. Soalnya semua warga sudah tahu kamu itu baik
dan taat. Mereka pasti akan mempercayaimu”
“sekali
lagi saya tegaskan dengan hati dan pikiran jernih bahwa saya tidak sudi
menerima pekerjaan ini”
Dengan
langkah sinis pak Narto meninggalkan rumah Marjan tanpa mengucapkan salam
seperti yang ia ucapkan ketika hendak masuk ke rumah Marjan tadi. Marjan gusar
dengan niat jahat dan tawaran pak Narto. Betapa tidak pak Narto menawarkan
pekerjaan busuk. Marjan diminta untuk menghasut pak Muslim agar ia segera
menutup kedai kopinya yang menjadi pesaing pak Narto. Pak Narto merasa
tersaingi dengan kemajuan usaha diraih pak Muslim.
Kembali
pikiran Marjan mulai gusar. Jalan yang hendak dituju belum ketemu. Tapi
cintanya yang tulus dan filosofi semut membajakan tekadnya kembali. Yakin usaha
sampai. Yakin usaha sukses. Yakin ada jalan. Gumamnya dalam hati.