Mohon tunggu...
Denyl Setiawan
Denyl Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - aku ingin bercerita

Menulislah, setelah kamu selesai membaca....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Eyang Uti Amy

30 Agustus 2020   21:22 Diperbarui: 3 Februari 2021   07:59 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ingkang putra mecahaken kaca pemates sekolah." Lega. Tak berharap ada murka setelahnya.

"Ya ora mungkin to nek anakku sampe kaya ngono. Kuwi sing salah mesthi tukange! Bocah kan yo lumrah dolanan bal-balan ndek sekolahane dhewe! Lha kok isone ana kaca sing ngalangi! Sakjane guru-guru kae ndek sekolahan kerjone opo to? Kok ndadak aku sing kudu ngurusi perkoro ngene iki, hehh?" Lek Kus, tak ubahnya Yu Asih, menerima muntahan Eyang. Sama: walau untuk hal yang jelas berbeda!

*****

Perjalanan kisah yang diurai dari rumitnya pilinan, menghempaskan sosok perempuan yang tadinya terbaring lemah di ranjang Panti Rapih, menjejak pada masa-masa yang tak mungkin dilupa. 

Entah bagaimana cerita itu berkait satu sama lain, tapi semuanya saling berkelindan pada satu sosok saja. Yahh, Eyang Putri Kami. Perempuan yang berwawasan luas, berpergaulan melintas batas negara, serta memegang simpul-simpul kepentingan. 

Masa lalunya penuh dengan perjuangan yang menempanya menjadi sosok perempuan mandiri dan teruji. Namun tak demikian dengan kisah romannya. 

Cintanya sempat bertaut pada hati yang berbeda. Pada perempuan itu telah dititipkan nyawa yang tak sedarah. Hanya yang terbaik yang akan dia lakukan atas nama keluarga. Perempuan yang bersahaja. Demikian .

*****
"Yul. Yuli, endi to bocah iki?" Eyang muda memanggil salah satu anak perempuannya, bergegas memasuki pekarangan rumah yang nampak asri namun lengang.

"Dalem Buk, wonten menapa njih Buk?" Yuli menyahut panggilan ibunya dari dalam rumah, tergopoh-gopong menyongsong ibunya sambil memeluk anaknya dalam gendongannya.

"Gek ndang siyap-siyap to. Dina iki wayahe timbangan bayi nggone omahe pak Kamituwo lho. Ojo nganti telat olehmu teka, bakal dadi gawe mengko." Dengan cekatan Eyang muda meletakkan belanjaan di atas balai-balai bambu di teras rumah. Tak lupa Eyang muda mengambil alih sosok bayi mungil dari gendongan Yuli. Bayi yang gembul dan menggemaskan. Selalu seperti itu. Eyang muda yang memang tak tinggal seatap dengan Yuli, namun perhatiannya sangat luar biasa.

"Dinten meniko wancinipun imunisasi Buk. Lha nanging thole kok taksih benter njih Buk. Pak Mantri nate sanjang menawi lare benter, mboten angsal dipun suntik. Kados pundi njih Buk?" Yuli berkeluh kesah kepada ibunya sembari membereskan belanjaan. Yuli tak pernah meminta, tetapi ibunya selalu menyempatkan berbelanja dan membawakan untuk mencukupi kebutuhan Yuli beserta anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun