Mohon tunggu...
Deny Tri Basuki
Deny Tri Basuki Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang pengelana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendung di Atas Sungai Tigris

21 Agustus 2014   22:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:56 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408609765460009184

Namun tak lama kemudian, lamat-lamat sinar mata perempuan yang duduk di sampingnya itu tampak tersenyum. Ah, barangkali aroma segelas teh panas dengan daun mint yang dipesan Abbas ini mampu membangunkan jiwanya.

Habiby, aku ingin ikut pulang saja ke Indonesia!” tiba-tiba kalimat itu meluncur dari mulut Wafa penuh kepastian.

Abbas tersedak, tak terbayangkan jika perempuan ini berani menyampaikan ide gila itu. Ia tahu persis sebagai perempuan dari keturunan keluarga pemuka agama di Irak, dengan membawa nama al Dijaili yang disandangnya, sudah pasti tidaklah mungkin bisa meninggalkan tanah airnya ini, bahkan dalam mimpi sekalipun!

Sambil membenahi percikan air di mulutnya, Abbas pun membujuk,
“Wafa, dengarkan aku… sayang. Aku tahu perasaanmu. Aku juga takut dengan masa depan kita, tapi untuk saat ini, pilihan itu sangat sulit dilakukan.”

Wafa, perempuan cantik Timur Tengah yang dinikahi Abbas setahun lalu itu, rupanya tidak tahu bahwa betapa sulit baginya untuk bisa mendapatkan visa Indonesia. Pernikahan mereka yang belum dicatat di Kedutaan sudah pasti akan menyulitkan statusnya. Abbas tahu benar, proses keluarnya izin masuk bagi orang asing dari Dirjen Imigrasi di Jakarta pun butuh waktu yang tidak sebentar. Rapat Clearing House dengan Departemen Luar Negeri dan Badan Intelejen untuk warga Irak, selalu hampir bisa dipastikan berakhir negatif. Jadi benar-benar mustahil!

Selesai makan siang itu, mereka berjalan bergandengan tangan menuju taman kampus, yang juga tak jauh dari bantaran sungai Tigris. Untuk sementara, mereka memecahkan kebekuan dengan membicarakan tentang ujian mata kuliah Puisi Arab Klasik yang sangat susah itu. Mereka satu kampus di Fakultas Adab. Wafa sebenarnya adik kelas Abbas, namun mereka menjadi bersama karena Abbas gagal setelah dua kali ujian dalam mata kuliah itu dua semester lalu. Tidak mudah memang menghafal dan menganalisis syair-syair satrawan jahiliyah. Mu’allaqot, magnum opus tujuh penyair era pra-Islam, jelas bukanlah perkara mudah bagi semua pelajar asal Indonesia dengan kosa kata terbatas dan kurangnya pemahaman akan kultur Arab yang eksotis. Tapi setelah menikahi Wafa, Abbas merasa yakin seribu persen.

“Aku punya keyakinan lulus ujian Puisi Klasik kali ini, Wafa!”
Wafa menggenggam tangan Abbas erat.

Mereka kini berjalan di selasar masjid kampus, karena saat waktu shalat Ashar telah mendekat.

Abbas mengantar Wafa ke tempat wudu untuk perempuan, karena ia benar-benar cemas memikirkan Wafa yang sering merasa pusing akhir-akhir ini. Ya, kehamilan muda Wafa, benar-benar membuat Abbas sering khawatir kalau-kalau Wafa jatuh. Kehamilan itu pula yang membuatnya sering berhitung ulang soal rencana kepulangannya.

***

Saddam Hussein jatuh pada akhir kuartal pertama tahun lalu. Paul Bremer, penguasa sementara pemerintah koalisi itu berkuasa untuk rekonstruksi Irak, tapi rakyat malah semakin hidup sengsara saja. Seiring itu pula bom bunuh diri selalu bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan mengenai siapa saja. Dengan kecut Abbas pernah berkata pada Wafa, bahwa bom bunuh diri itu tak ubahnya mirip iklan minuman ringan buatan orang Amerika, yang pada awalnya justru menjadi target utama bom itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun