Horor dari Sewu Dino terasa kurang nendang meski punya scoring yang mencekam. CGI makhluk halusnya pun bagi saya terasa menggelikan, bukan geli karena jijik atau takut tapi geli karena ingin ketawa saat melihatnya.
Sengarturih yang berwujud seperti kuyang itu lebih seram ketika penampakannya muncul ketimbang saat menyerang manusia. Untunglah masih ada sosok Dela Atmojo yang kerasukan dan berhasil menutupi adegan-adegan horornya.
Kabar baiknya, di post credit kedua ada scene yang cukup menyelamatkan muka Kimo Stamboel dan film ini dimana kita akan melihat kelanjutan dari Sewu Dino yang endingnya memang menggantung.
Semoga di sekuel tersebur MD Pictures selaku rumah produksi memberi kebebasan pada Kimo untuk berkreasi karena saya tahu, ekspektasi pembaca Janur Ireng lebih tinggi ketimbang Sewu Dino dimana ada lebih banyak darah, lebih horor dan lebih mencekam.
N.B:
Meski Sewu Dino juga ada versi novel dengan cerita lebih lengkap dan lebih kompleks, penulis belum sempat membacanya sehingga hanya membuat perbandingan versi utas dengan versi film saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H