Media sosial juga sering kali memanfaatkan operant conditioning. Dengan adanya notifikasi like, comment, atau share, pengguna merasa mendapatkan penghargaan atas postingan mereka.Â
Hal ini memicu mereka untuk terus aktif dan memposting konten lainnya. Namun, harus diingat juga, bahwa ada efek negatif yang bisa ditimbulkan jika terlalu banyak terpapar dengan 'hadiah' digital ini, seperti kecanduan media sosial atau game online.
Untuk itu, kembali lagi ke prinsip operant conditioning yang sehat, yaitu menyeimbangkan 'hadiah' dan 'hukuman'.Â
Misalnya, jika merasa sudah terlalu lama bermain game online atau berselancar di media sosial, cobalah untuk memberikan 'hukuman', seperti mengurangi waktu bermain atau menutup aplikasi media sosial tersebut untuk sementara waktu.
Terakhir, Tetaplah Eksplorasi Diri!
Penting untuk diingat bahwa operant conditioning bukanlah formula ajaib yang bisa langsung diterapkan dan berhasil 100%.Â
Setiap individu memiliki karakter dan respon yang unik terhadap 'hadiah' dan 'hukuman'. Jadi, butuh proses trial dan error untuk mencari apa yang paling efektif bagi diri sendiri.
Operant conditioning bisa menjadi alat yang bermanfaat untuk membentuk kebiasaan, namun jangan lupakan faktor-faktor lainnya seperti motivasi, lingkungan, dan dukungan sosial. Jadi, jangan pernah berhenti untuk eksplorasi diri dan mencoba hal-hal baru. Ingat, kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
Kesimpulan
Dari yang telah dibahas, operant conditioning memang bisa membantu dalam membentuk kebiasaan. Meski demikian, perlu diingat bahwa tak ada jalan yang pasti dalam membangun kebiasaan.Â
Kuncinya ada pada diri kita masing-masing: bagaimana cara kita memahami diri sendiri, memanfaatkan konsep psikologi seperti operant conditioning, dan yang terpenting, bagaimana kita merespons terhadap 'hadiah' dan 'hukuman' yang kita terima.