Begitu juga dengan kebiasaan. Mungkin semua orang pernah merasakan manis dan pahitnya membentuk kebiasaan baru. Teringat tidak ketika berusaha bangun pagi untuk jogging?Â
Awalnya susah, tapi setelah beberapa hari, muncul perasaan bahagia dan segar setelah berlari pagi-pagi. Nah, itulah contoh bagaimana operant conditioning bisa membantu membentuk kebiasaan.
Dalam prosesnya, otak secara tidak sadar mencatat kegiatan tersebut sebagai sesuatu yang memberikan 'hadiah', dalam hal ini, rasa bahagia dan segar. Maka, setelah beberapa kali mengulangi, otak akan membuat kegiatan tersebut menjadi kebiasaan.
Tapi, jangan lupa juga soal 'hukuman' yang dibicarakan tadi. Misalnya, setelah makan malam berlebihan, perut terasa begitu tidak nyaman. Nah, rasa tidak nyaman itu adalah 'hukuman' yang bisa membuat seseorang berpikir dua kali sebelum makan berlebihan lagi.
Membangun Kebiasaan dengan Operant Conditioning
Operant Conditioning dapat dimanfaatkan untuk membentuk kebiasaan positif. Misalnya, ingin membiasakan diri belajar setiap hari?Â
Beri 'hadiah' untuk diri sendiri setiap kali berhasil belajar, misalnya dengan menyantap coklat kesukaan atau menonton satu episode serial favorit.
Kunci dari operant conditioning adalah konsistensi. Artinya, jangan sampai 'hadiah' atau 'hukuman' diberikan secara sembarangan. Pastikan selalu ada 'hadiah' setelah melakukan hal positif, dan sebaliknya, selalu ada 'hukuman' setelah melakukan hal negatif.
Namun, ingatlah selalu bahwa 'hadiah' dan 'hukuman' ini seharusnya tidak merugikan diri sendiri atau orang lain. Misalnya, 'hadiah' dalam bentuk camilan sehat atau waktu luang, dan 'hukuman' dalam bentuk mengurangi waktu bermain game.
Operant Conditioning, Semudah Membuka Pintu?
Banyak orang mungkin berpikir bahwa operant conditioning adalah sesuatu yang sederhana, seperti membuka dan menutup pintu.Â