Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bagaimana "Operant Conditioning" Bisa Membentuk Kebiasaan?

4 Juli 2023   19:00 Diperbarui: 14 Juli 2023   03:02 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kebiasaan sehari-hari (Sumber: Unsplash/Sebastian Herrmann)

Bagaimana operant conditioning, sebuah konsep yang terdengar rumit, bisa membantu membentuk kebiasaan? Tanpa disadari, setiap tindakan sehari-hari dipengaruhi oleh hadiah dan hukuman. Ayo, jelajahi lebih dalam lagi!

Halo, Sobat Pembelajar! Ada kalanya merasa sulit bangun pagi meski alarm berbunyi nyaring? Atau justru sering berpikir dua kali sebelum mencoba makanan pedas gara-gara pengalaman buruk sebelumnya? 

Ternyata, dua hal tersebut berhubungan erat dengan konsep operant conditioning, sebuah teori dalam psikologi yang bisa jadi kunci membentuk kebiasaan baru. Kedengarannya berat? Tenang, kita akan kupas tuntas dengan gaya yang seru dan santai!

Matahari Terbit, Burung Berkicau, dan Operant Conditioning

Satu hal yang patut dipahami, kebiasaan tak tercipta dalam semalam. Tapi, pernah penasaran kenapa burung-burung selalu berkicau ketika matahari terbit? 

Itulah ilustrasi sederhana dari operant conditioning, sejenis pembelajaran di mana respon tertentu diperkuat oleh konsekuensi yang mengikutinya. Bisa dibayangkan, burung-burung itu seperti di-"program" untuk berkicau di pagi hari. Tertarik untuk tahu lebih lanjut?

Operant Conditioning adalah konsep yang dicetuskan oleh B.F Skinner, seorang psikolog berkebangsaan Amerika. 

Skinner percaya bahwa perilaku individu dapat dipahami melalui pola stimulus dan respons. Itu berarti jika seseorang sering mendapat 'hadiah' setelah melakukan sesuatu, mereka cenderung mengulangi hal tersebut.

Namun, jangan salah paham, konsep ini tak melulu soal pahala. Ada juga yang namanya 'hukuman', yang dalam konteks ini, dapat membuat seseorang berhenti melakukan suatu perilaku. Nah, apa hubungannya dengan membentuk kebiasaan? Penasaran?

Kebiasaan, Manis dan Pahitnya

Begitu juga dengan kebiasaan. Mungkin semua orang pernah merasakan manis dan pahitnya membentuk kebiasaan baru. Teringat tidak ketika berusaha bangun pagi untuk jogging? 

Awalnya susah, tapi setelah beberapa hari, muncul perasaan bahagia dan segar setelah berlari pagi-pagi. Nah, itulah contoh bagaimana operant conditioning bisa membantu membentuk kebiasaan.

Dalam prosesnya, otak secara tidak sadar mencatat kegiatan tersebut sebagai sesuatu yang memberikan 'hadiah', dalam hal ini, rasa bahagia dan segar. Maka, setelah beberapa kali mengulangi, otak akan membuat kegiatan tersebut menjadi kebiasaan.

Tapi, jangan lupa juga soal 'hukuman' yang dibicarakan tadi. Misalnya, setelah makan malam berlebihan, perut terasa begitu tidak nyaman. Nah, rasa tidak nyaman itu adalah 'hukuman' yang bisa membuat seseorang berpikir dua kali sebelum makan berlebihan lagi.

Membangun Kebiasaan dengan Operant Conditioning

Operant Conditioning dapat dimanfaatkan untuk membentuk kebiasaan positif. Misalnya, ingin membiasakan diri belajar setiap hari? 

Beri 'hadiah' untuk diri sendiri setiap kali berhasil belajar, misalnya dengan menyantap coklat kesukaan atau menonton satu episode serial favorit.

Kunci dari operant conditioning adalah konsistensi. Artinya, jangan sampai 'hadiah' atau 'hukuman' diberikan secara sembarangan. Pastikan selalu ada 'hadiah' setelah melakukan hal positif, dan sebaliknya, selalu ada 'hukuman' setelah melakukan hal negatif.

Namun, ingatlah selalu bahwa 'hadiah' dan 'hukuman' ini seharusnya tidak merugikan diri sendiri atau orang lain. Misalnya, 'hadiah' dalam bentuk camilan sehat atau waktu luang, dan 'hukuman' dalam bentuk mengurangi waktu bermain game.

Operant Conditioning, Semudah Membuka Pintu?

Banyak orang mungkin berpikir bahwa operant conditioning adalah sesuatu yang sederhana, seperti membuka dan menutup pintu. 

Namun, pada kenyataannya, memahami operant conditioning dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi tantangan tersendiri.

Apalagi jika kita berbicara tentang membangun kebiasaan baru. Konsistensi dan disiplin sangat dibutuhkan dalam proses ini. 

Meski begitu, dengan pemahaman yang benar dan kesabaran yang cukup, operant conditioning bisa menjadi alat yang efektif untuk membantu membentuk kebiasaan.

Kelemahan Operant Conditioning dalam Membentuk Kebiasaan

Namun, tak ada gading yang tak retak. Operant Conditioning juga memiliki kelemahannya. Terkadang, 'hadiah' dan 'hukuman' tidak cukup efektif dalam membentuk kebiasaan tertentu. 

Misalnya, seorang perokok yang tahu betul bahwa merokok adalah buruk bagi kesehatannya, tetapi tetap merokok.

Hal ini karena ada banyak faktor lain yang mempengaruhi pembentukan kebiasaan, seperti lingkungan, genetika, dan faktor emosional. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa operant conditioning hanyalah salah satu dari banyak cara untuk membentuk kebiasaan.

Operant Conditioning dalam Dunia Digital

Saat ini, dunia digital menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, apalagi bagi generasi muda. Ternyata, operant conditioning juga mampu berfungsi dengan baik di dunia ini. Misalnya, pernah merasa sulit berhenti bermain game online? 

Itu karena game-game tersebut dirancang sedemikian rupa untuk memberikan 'hadiah' kepada pemainnya setiap kali mencapai tingkat tertentu, sehingga membuat mereka ketagihan.

Media sosial juga sering kali memanfaatkan operant conditioning. Dengan adanya notifikasi like, comment, atau share, pengguna merasa mendapatkan penghargaan atas postingan mereka. 

Hal ini memicu mereka untuk terus aktif dan memposting konten lainnya. Namun, harus diingat juga, bahwa ada efek negatif yang bisa ditimbulkan jika terlalu banyak terpapar dengan 'hadiah' digital ini, seperti kecanduan media sosial atau game online.

Untuk itu, kembali lagi ke prinsip operant conditioning yang sehat, yaitu menyeimbangkan 'hadiah' dan 'hukuman'. 

Misalnya, jika merasa sudah terlalu lama bermain game online atau berselancar di media sosial, cobalah untuk memberikan 'hukuman', seperti mengurangi waktu bermain atau menutup aplikasi media sosial tersebut untuk sementara waktu.

Terakhir, Tetaplah Eksplorasi Diri!

Penting untuk diingat bahwa operant conditioning bukanlah formula ajaib yang bisa langsung diterapkan dan berhasil 100%. 

Setiap individu memiliki karakter dan respon yang unik terhadap 'hadiah' dan 'hukuman'. Jadi, butuh proses trial dan error untuk mencari apa yang paling efektif bagi diri sendiri.

Operant conditioning bisa menjadi alat yang bermanfaat untuk membentuk kebiasaan, namun jangan lupakan faktor-faktor lainnya seperti motivasi, lingkungan, dan dukungan sosial. Jadi, jangan pernah berhenti untuk eksplorasi diri dan mencoba hal-hal baru. Ingat, kegagalan adalah bagian dari proses belajar.

Kesimpulan

Dari yang telah dibahas, operant conditioning memang bisa membantu dalam membentuk kebiasaan. Meski demikian, perlu diingat bahwa tak ada jalan yang pasti dalam membangun kebiasaan. 

Kuncinya ada pada diri kita masing-masing: bagaimana cara kita memahami diri sendiri, memanfaatkan konsep psikologi seperti operant conditioning, dan yang terpenting, bagaimana kita merespons terhadap 'hadiah' dan 'hukuman' yang kita terima.

Referensi:

  1. Skinner, B. F. (1938). The behavior of organisms: An experimental analysis. New York: Appleton-Century.
  2. Staddon, J. E. R., & Cerutti, D. T. (2003). Operant conditioning. Annual Review of Psychology, 54, 115-144.
  3. Kazdin, A. E. (2013). Behavior modification in applied settings. Waveland Press.
  4. Przybylski, A. K., Weinstein, N., & Murayama, K. (2017). Internet gaming disorder: Investigating the clinical relevance of a new phenomenon. American Journal of Psychiatry, 174(3), 230-236.
  5. Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2017). Social networking sites

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun