bagi mereka yang terluka di negeri sendiri."
Hari itu, ia memilih jalan yang sulit,
jalan ketika hati dan nurani bersatu,
jalan tempat pengabdian lebih berharga daripada hidup nyaman.
"Aku dokter, tak hanya sembuhkan raga pasien,
tapi pulihkan pula bangsaku yang sakit, yang terjajah."
Batavia menyaksikan perjalanan hidupnya.
Ia mengukir sejarah.
Ia tak ingin menjadi batu di pilar kolonial, melainkan tetesan embun yang diam-diam menyuburkan tanah bangsa,
yang menghidupkan pagi.
Lalu berdirilah Budi Utomo.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!