Kabar yang viral di media sosial menyebutkan,
Kemarin malam ada orang yang mengaku aktivis gereja
Merusak bangunan itu.
Ia menganggap Wale Paliusan adalah tempat
Perkembangan aliran sesat.
Ban-ban bekas dibakar di dalam bangunan
Bahkan pohon kelapa di sampingnya ditebang dan dirobohkan
Menimpa bangunan.
Si perusak mengaku mendapat dukungan dari masyarakat."
Puisi esai ini juga mengangkat isu intoleransi dan diskriminasi yang dialami oleh komunitas penghayat kepercayaan di Indonesia.
Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama, kenyataannya masih ada kelompok yang mengalami persekusi dan marginalisasi.
Perusakan Wale Paliusan mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap keragaman budaya dan kepercayaan yang seharusnya menjadi kekayaan bangsa.
Melalui narasi Clara dan Ivan, puisi ini menggambarkan betapa rapuhnya warisan budaya leluhur di tengah arus modernisasi dan intoleransi.
Kehancuran Wale Paliusan bukan hanya kehilangan fisik, tetapi juga simbol hilangnya ruang bagi komunitas untuk menjalankan ritual dan menjaga identitas mereka.
Melalui "Clara dan Ingatan Tua di Minahasa," kita diajak untuk menghargai dan melestarikan keragaman budaya serta kepercayaan yang ada. Itu bagian integral dari identitas bangsa Indonesia.
-000-