Namun, paling menyeramkan adalah api. Itu tumpukan kayu, nyala perlahan, dan tubuh korban dibakar perlahan-lahan di depan khalayak ramai. Tak jarang ritus ini dijalankan dengan iringan nyanyian memuja Ilahi.
Kengerian ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merobek jiwa dan warisan budaya. Inkuisisi Spanyol adalah pengingat suram bagaimana fanatisme bisa melahirkan kreativitas membuat orang menderita tak terperi.
Itu semua dilakukan dengan niat yang suci: menjaga kemurnian ajaran Tuhan, yang maha mengasih dan penyayang.
-000-
Voltaire menggunakan satire ini untuk mengkritik keyakinan bahwa penderitaan manusia lebih mengerikan dibandingkan bencana alam, seperti gempa bumi Lisbon tahun 1755.
Ditulis pada tahun 1759, Candide lahir dalam konteks Zaman Pencerahan. Saat itu, rasionalitas dan skeptisisme terhadap otoritas tradisional, termasuk gereja, mulai berkembang.
Voltaire, sebagai salah satu tokoh utama gerakan ini, menggunakan karyanya untuk mengecam kebrutalan yang dilakukan atas nama agama. Ia menyoroti absurditas tindakan tersebut sebagai "bencana yang dibuat manusia lebih sadis dibandingkan bencana alam."
Voltaire berada di barisan terdepan, berteriak perlunya toleransi, kebebasan berpikir, dan pemisahan antara gereja dan negara.
Relevansi kritik Voltaire tetap terasa hingga kini. Ia mengingatkan kita akan bahaya fanatisme dan dogma yang membutakan, serta pentingnya pendekatan rasional dan humanis dalam menghadapi keberagaman.
-000-
Renungan Voltaire ini yang saya ingat ketika membaca 15 puisi esai Ahmad Gaus dalam kumpulan "Mereka Yang Tersingkir di Negerinya Sendiri."