Mohon tunggu...
Denny_JA Fanpage
Denny_JA Fanpage Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Satu Pena

Kumpulan Catatan Denny JA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama Leluhur Yang Tersingkir Di Negerinya Sendiri Oleh Denny Ja

14 Januari 2025   08:21 Diperbarui: 14 Januari 2025   08:21 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dennyja.world Ai

Akibatnya, mereka menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan publik, pendidikan, dan pekerjaan.

Melalui dialog antara Irena dan Yopi, puisi ini menggambarkan dilema yang dihadapi oleh penganut kepercayaan Naurus.

Mereka dipaksa menyesuaikan diri dengan agama yang diakui pemerintah demi mendapatkan hak-hak dasar. Hal ini mencerminkan kurangnya pengakuan dan penghormatan terhadap kepercayaan lokal yang seharusnya dilindungi sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.

Puisi ini juga menyoroti dampak psikologis dan identitas yang dialami oleh individu seperti Irena. Ia terpaksa menyembunyikan atau mengubah identitas kepercayaannya demi memenuhi tuntutan administratif.

Mereka juga menghadapi konflik batin antara menjaga warisan leluhur dan memenuhi persyaratan sosial.

-000-

Puisi esai Ahmad Gaus lain berjudul "Secangkir Teh yang Tumpah di Kaki Cenning." Puisi ini mengisahkan pertemuan antara Uleng dan Cenning, yang membuka tabir sejarah diskriminasi terhadap penganut agama To Lotang di Sulawesi Selatan.

Melalui dialog mereka, puisi ini menyoroti keteguhan komunitas To Lotang. Itu terlihat dari daya tahan mereka mempertahankan kepercayaan leluhur meski menghadapi persekusi selama berabad-abad.

"Kakeknya dibunuh oleh pasukan pemberontak Islam pada tahun '65
Karena dianggap kafir.

Tidak cukup sampai di situ,
Di masa awal pemerintahan Orde Baru
Para pemeluk agama To Lotang diburu
Dianiaya, dibunuh karena dianggap PKI.

Perlengkapan upacara dan ritual mereka dimusnahkan
Pemakaman adat mereka dibongkar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun