Mohon tunggu...
raden kuswanto
raden kuswanto Mohon Tunggu... Buruh - saya hanya seorang yang mencoba menggambar apa yang ada di kepala saya dengan huruf, kata dan kalimat

saya dilahirkan di sebuah pulau di timur indonesia. diberi nama raden kuswanto dibesarkan di ujung timur pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Missing Link adalah Nol: #1

27 Maret 2023   14:16 Diperbarui: 27 Maret 2023   15:24 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah seharusnya sains itu berjalan dengan bertuhan, dan hanya boleh sains tidak bertuhan jika, bukti bahwa tuhan itu tidak ada sudah ditemukan? Lalu mengapa kamu melilih tidak bertuhan? Lalu mengapa kamu bertuhan hanya sebagian-sebagian, bertuhan untuk urusan tertentu, kemudian tidak bertuhan untuk urusan lain? Akankah kita bertuhan hanya untuk ibadah saja, sedangkan untuk jual-beli, pinjam-meminjam, tolong-menolong, berteman, bersosialisai tuhan bisa kita tiadakan? 

Akankah kita tidak bertuhan seperti ilmuan sains sampai kematian menjemputnya? Bukankah sains ini telah berlalu beberapa ratus tahun tetapi tetap saja tidak bisa membuktikan ketidakberadaan Tuhan? Apakah kita akan terus menganggap bahwa waktu itu adalah jam dinding, jam tangan, jam digital? Bukankah itu semua (jenis-jenis jam) hanyalah alat pengukur waktu, sedangkah waktu itu sendiri tidak pernah bisa kita tangkap dengan indra? Apakah sebelum jam ditemukan waktu tidak ada? 

Apakah jika kita tidak dapat melihat jam (jam tangan, jam dinding, jam digital, gedung jam, tower jam, dst) kita bisa mengatakan waktu tidak ada? Seperti jam dengan waktu itukah anggapan kita terhadap Tuhan? Haruskah kita butuh jam untuk mengatakan bahwa waktu itu ada? Haruskah Tuhan itu terukur selayaknya waktu dengan jam? Apakah hanya karena kita bisa merasakan siang-malam, pagi-sore, panas-dingin kemudian kita mengatakan waktu itu ada?

Bagaimana jika berada di dasar samudra yang gelap gulita, cahaya tidak pernah sampai di sana, apakah waktu di sana tidak ada? Ataukah di angkasa tempat meteorit dan benda-benda angakasa yang tidak terkena siang malam, apakah waktu di sana tidak ada? Apakah harus saya keluarkan semua pertanyaan yang ada di kepala ini? 

Jawablah semua pertanyaan di atas dengan jujur! Dimanakah posisi Kamu saat ini? Setelah tahu tidak mungkin bagi kita, bagi sains, dan semua untuk tidak bertuhan. Kita harus bertuhan, sains harus bertuhan semuanya harus bertuhan. Sains wajib bertuhan karena sampai saat ini sains belum bisa membuktikan bahwa Tuhan tidak ada. Maka mulai saat ini sains harus berjalan dengan bertuhan. Kemudian akankah kita tetap enak-enakan sebagai konsumen produk-produk teknologi, tidak mau bertuhan dengan sungguh-sungguh? Tahukah Kamu, saat ini Kamu dalam posisi terancam?

Maka pastikan dimana Kamu berdiri saat ini. Mungkin Kamu tidak tahu dimana posisi keterancamanmu, atau memang Kamu tidak peduli. Seharusnya kematian itu cukup untuk mengingatkan Kamu akan tuhan. Seharusnya kematian itu adalah peringatan yang sangat keras. Kematian akan orang-orang didekatmu, kematian orang-orang terdahulu, kematian para saintis yang gagal membuktikan ketidakadaan akan tuhan. Seharusnya itu sudah cukup untuk membuatmu mengalah dan bersiap diri akan hari setelah mati. 

Masihkah Kita (Aku dan Kamu)  tetap angkuh, sombong, memaksa dan mensyaratkan bahwa tuhan itu harus bisa kita indra? Padahal saat ini kita sadar dan mengerti bahwa, "Waktu" itu kita yakini dengan sangat yakin tetapi tidak ada satupun dari indra kita yang mampu menangkapnya. Jika dengan "Waktu" kita bisa berdamai, mengapa kita masih angkuh terhadap Tuhan. Maka pilihan tidak bertuhan, atheis, agnostik, atau apapun itu istilahnya adalah perjudian yang sangat buruk.

Belum pernah tercatat satupun yang pernah menang, sedangkan ancaman kematian itu adalah pasti. Pilihan berdamai dengan ketidakpastian, dan menundukkan diri akan ketidaktahuan adalah pilihan terbaik. Seharusnya cukup bagi kita untuk sujud menyerahkan diri kepada Tuhan akan ketidakpastian, seharusnya cukup bagi kita untuk bersujud dan mengakui keterbatasan pengetahuan kita. Kesombongan dan keangkuhan tidak akan menolong kita dari hari kebangkitan. 

Pilihan dan Dampak dalam bertuhan

 
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

lanjut ke bagian #2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun