Semua terdiam sejenak, lalu Amar memecah keheningan dengan candanya. "Hamna, lo hebat. Kalau gue punya penyakit kayak gitu, mungkin gue udah drama tiap hari."
Tawa pecah, namun kehangatan tetap terasa. Ketika giliran Deni, dia mulai bercerita tentang kehidupannya yang penuh gejolak emosi. "Kadang gue ngerasa seneng banget, kadang bisa tiba-tiba down. Gue nggak ngerti kenapa. Tapi gue nggak pernah cerita ke siapa-siapa, bahkan ke keluarga gue."
Kiki memotong pembicaraan dan mengalihkah pembicaraan. "Den, gue punya ide. Lo kan pengen banget ke Jepang. Gimana kalau gue kenalin lo ke paman gue? Dia lulusan Jepang dan sekarang jadi dokter di Bandung. Dia pasti seru diajak ngobrol soal Jepang."
Deni tersenyum lebar. "Serius, Ki? Itu bakal keren banget!"
Kiki hanya mengangguk. Dalam hati, dia tahu tujuan sebenarnya adalah untuk membantu Deni menyadari apa yang sedang dia alami. Pamannya, Dokter Ramli, adalah seorang psikiater terkenal yang bisa membantu Deni memahami dirinya lebih baik.
Keesokan harinya, mereka pulang dengan hati yang lebih ringan. Persahabatan mereka tidak hanya tentang berbagi kebahagiaan, tetapi juga saling mendukung dalam menghadapi masalah masing-masing.
Di minggu berikutnya, Kiki mengajak Deni ke Bandung untuk bertemu Dokter Ramli. Dengan sedikit rasa gugup, Deni memasuki ruang praktik yang hangat dan nyaman. Tanpa menyadari maksud sebenarnya, dia berbincang panjang lebar tentang Jepang, kehidupannya, dan perasaan-perasaan yang selama ini mengganggu.
Pertemuan itu menjadi awal dari perjalanan baru bagi Deni. Bersama teman-temannya, dia mulai menyadari bahwa hidup adalah tentang saling mendukung dan menerima, baik di saat bahagia maupun sulit. Dan di sanalah, di tengah lingkaran sahabat yang tulus, Deni menemukan kepingan puzzle yang selama ini hilang.
Beberapa bulan berlalu, dan persahabatan mereka semakin erat. Mereka bahkan memberi nama untuk geng mereka, "Ijolumut", singkatan dari "Ikatan Jomblo Lucu dan Imut". Nama itu dipilih karena sifat mereka yang ceria dan penuh canda.
Meski begitu, Deni merasa paling dekat dengan Kiki. Sosok Kiki yang pengertian dan selalu ada di saat terberat membuatnya merasa nyaman. Bahkan ketika malam-malam depresinya datang, Kiki selalu siap menemani. Suatu malam, ketika Deni merasa sangat down, Kiki datang ke rumahnya dengan motor.
"Den, ayo keluar. Gue temenin keliling kota," ajak Kiki.