Sejak hari itu saya menjadi seorang yatim. Kehilangan bapak dalam kondisi tak memiliki pekerjaan tetap. Rasanya beban di pundak ini berat sekali membayangkan semua. Namun saya sudah berjanji kepada bapak bahwa akan kuat dan baik-baik saja. Maka saya pun harus tegar menjalani semua.
Dalam kesedihan karena ditinggal oleh bapak untuk selama-lamanya, ada kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Sebab saya bisa mendampingi dan melepas bapak sampai ajal menjemput. Itu memang keinginan saya pribadi. Oleh karenanya saya rela berhenti mengajar.Â
Saya tidak ingin mendengar kabar kematian orang tua lewat telepon. Saya ingin ada di samping orang tua dan memeluk mereka ketika ajal menjemput. Dan keinginan itu pun terwujud meski harus ada yang dikorbankan.
Bukankah hidup memang penuh dengan pilihan? Saya tidak menyesal dengan pilihan tersebut
Saya yakin Allah akan mengganti pengorbanan dan bakti kita terhadap orang tua. Memang benar adanya. Satu bulan setelah kepergian bapak, saya mendapat tawaran mengajar lagi. Kali ini mengajar les. Saya terima tawaran tersebut dan jalani semua sampai sebelum pandemi.Â
Saya tuntaskan janji kepada bapak bahwa semua akan baik-baik saja. Semoga bapak di sana bisa tenang dan tersenyum melihat kami. Aamiin. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H