Sejak itu saya fokus mengurus bapak bergantian dengan ibu yang mesti mengurus adik juga. Tak apa saya yang lebih banyak mengurus bapak di rumah. Menghentikan semua aktivitas saya lainnya. Saya benar-benar ingin  merawat bapak sampai tutup ajal matinya.
Pokoknya ibu bisa istirahat dan mengurus adik dengan tenang. Ibu juga tetap bisa menghadiri acara pengajian rutinnya seminggu sekali. Bagi saya yang penting ibu tetap sehat dan bahagia meski kondisi bapak seperti itu. Tak mengapa saya mesti mengorbankan waktu dan tenaga demi merawat bapak. Bukankah bapak juga sudah berkorban dan berjuang demi keluarga? Sekarang giliran saya yang berkorban untuk orang tua.
Awalnya memang sempat pusing juga. Terutama urusan keuangan. Berhenti bekerja otomatis berhenti juga pemasukan bulanan. Untuk beberapa bulan ke depan saya sudah atur semua dari uang tabungan. Setelahnya itu yang sempat membuat pusing kepala. Tentu saja tak saya tunjukkan kepada ibu. Biar saya yang menanggung semua sebagai anak tertua pengganti bapak.
Saya tidak marah terhadap bapak yang sebelum stroke sulit sekali diberi nasihat. Bandel kasarannya. Tidak mau berpantang dalam urusan makanan. Saya maklumi  saja. Namanya sudah tua. Tingkahnya  kembali  seperti  anak-anak. Akhirnya begitu. Secara kasat mata jadi menyusahkan keluarga.
Kembali ke masalah keuangan. Bohong kalau saya tak butuh uang. Apalagi dalam kondisi seperti ini. Pengeluaran jadi ekstra karena ada yang sakit. Walau terlihat tenang sebetulnya kepala saya cekot-cekot memikirkan nantinya.
Namun saya sudah mengambil keputusan seperti ini. Maka pantang disesali.Â
"Urusan nanti, nantilah. Pasrahkan semua pada Allah. Karena masa nanti adalah misteri. Jalani saja yang sekarang dengan sebaik mungkin."
Begitu kata hati saya menasihati diri sendiri. Dalam situasi seperti itu tiba-tiba muncul ide untuk berjualan kue. Meski tidak jago-jago amat, tapi bisalah. Dengan bantuan ibu tentunya lebih siip.
Maka saya utarakan ide tersebut kepada ibu. Begitu ibu setuju saya segera membuat brosur dan menyebar luaskan. Ya, dengan modal nekad saya berani menerima pesanan kue. Ibu sih yang sebagian besar membuat kuenya. Saya bagian menerima order dan mengantarkan pesanan. Saya ikut membuat kue juga meski hanya beberapa macam.Â
Intinya mulai ada celah untuk urusan pemasukan. Setidaknya adalah daripada tidak sama sekali. Saya jalani semua dengan sabar. Orang Jawa bilang ditelani wae mengko yo bakalan manen hasil.Â
Artinya dijalani saja. Nanti juga akan ada hasil. Maka begitulah. Saya merawat bapak sambil merintis usaha kue.Â