"Bbbaiklah ibu nyonya. Saya akan susul Non Arum."
Aku kembali bergegas. Kali ini menuju garasi. Terlihat Non Arum sedang menuntun sepeda motornya keluar dari garansi.
"Non Arum tunggu. Saya ikut."
Non Arum menoleh. Tapi hanya sekilas. Ia kembali menuntun sepeda motornya. Setengah berlari aku menghampirinya lalu menahan sepeda motornya dari belakang.
"Aduh, kamu apa-apaan sih Isma. Cepat minggir."
"Enggak mau. Nanti ibu nyonya marah. Saya disuruh ikut Non Arum," sahutku.
Non Arum, gadis cantik dihadapanku ini menghela napas kesal. Sesaat kemudian.
"Ya sudah. Cepat buka gerbangnya."
Aku segera membuka pintu gerbang. Setelah itu cepat-cepat duduk manis di atas motor. Dibonceng oleh Non Arum yang melaju dengan kecepatan tinggi tanpa tujuan.Â
Mungkin ini yang dikhawatirkan oleh ibu nyonya. Takut terjadi apa-apa. Non Arum anak semata wayangnya.Â
Ibu nyonya adalah majikan ibuku. Aku memanggil ibu nyonya kepada mamanya Non Arum untuk membedakan pemanggilan terhadap ibuku sendiri.Â