"HARI INI MENJADI PEMBACA, BESOK MENJADI PEMIMPIN." Dengan lantang Richi meneriakkan kata-kata mutiaranya.
"Salwa ..."
"SAMBUTLAH HARI ESOK DENGAN SENYUM YANG TULUS."
"Senyum terus disangka gila dong," kata Vito yang meriuhkan seisi kelas.
"Hahaha eit jangan marah, harus senyum," ujar Audi.
Salwa yang tadinya bermuka cemberut menjadi tersenyum kembali.
"Sudah anak-anak, itu kata bijak yang bagus dari Salwa. Senyumlah dengan tulus dalam menghadapi apapun."
Kata-kata bijak dari para muridnya merupakan awal dari pembelajaran Bahasa Indonesia. Murid-murid sudah mengetahui kebiasaan itu. Hal tersebut membuat semangat untuk belajar Bahasa Indonesia. Kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan Bara membuat murid menjadi lebih senang dalam belajar.
"Pak, kami sudah siap untuk latihan menulis."
Daun kering berjatuhan menghempas tanah yang sedang menikmati candaan anak-anak berseragam merah. Beberapa anak terlihat asyik berdiskusi. Bara sedang memberi pengarahan kepada Farah tentang tulisannya. Sekelompok siswa tersebut adalah klub menulis Writer Camp yang dibina oleh Bara.
Saat kembali ke kelas, Bara menemukan satu buku di bawah pohon milik siswa yang tertinggal. Tidak bernama. Bara pun membuka buku tersebut lembar demi lembar. Tulisannya tidak asing, bahasanya pun tertulis rapi dan bagus. Namun, betapa terkejut hati Bara ketika membaca satu lembar tulisan yang menceritakan tentang kehidupan pribadinya, tentang keluarganya. Di bawah tulisan tersebut tercantum satu buah nama, yaitu DINDA SALSABILA.