Muridku, Malaikatku
Oleh: A. Deni Saputra
Â
Lampu malam masih temaram, jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suara jemari tangan masih terdengar memukul-mukul keyboard komputer. Di samping kiri komputer tampak buku-buku pelajaran menumpuk. Di samping kanan, terdapat botol minum yang terlihat hampir setengahnya lagi, ditemani secangkir capucino. Sambil komat-kamit seorang laki-laki menatap tulisan yang ada di layar komputer. Buku sesekali dipegang dan ditaruh kembali.
"Sudah slide terakhir," gumamnya.
Botol minum pun sudah kosong. Capucino hanya meninggalkan aromanya di cangkir. Namun, mata lelaki itu masih semangat memandang layar komputer. Dia seorang guru di salah satu sekolah swasta terkemuka di perbatasan Jakarta-Bekasi. Usia masih muda, berkaca mata, dan penunggu malam. Namanya adalah Bara. Ia masih memiliki semangat yang mem-Bara.
"Akhirnya selesai juga," sambil menekankan jari telunjuk ke tombol enter.
Malam membawamu ke alamnya
Berimajinasi semaunya
 Â
Bara mengakhiri pekerjaannya dengan menulis sebait puisi yang selalu dilakukannya setiap malam. Dan waktu pun sudah menunjukkan pukul 1 malam. Bara sudah mematikan komputernya untuk pergi ke alam imajinasinya. Mengistirahatkan fisik dan hatinya. Malam terus melaju dan meninggalkan kegelapan.