Sama seperti Luh Sekar pada awalnya, Telaga juga memilih laki-laki yang bisa menghargainya dan tidak memperalatnya. Dialog-dialog Luh Sekar kepada Telaga juga sebaliknya adalah dialog-dialog feminis yang membicarakan ketertindasan mereka dalam hidup mereka.
Â
Tak dapat disangkal, Tarian Bumi hadir dalam bentuk novel sebagai resepsi pula bagi penulisnya secara tidak langsung, di alam bawah sadarnya. Secara keseluruhan merupakan perpaduan antara tekanan atau pengalaman hidup pengarangnya secara psikologis maupun secara sosial. Beberapa persamaan psikologis pengarang di atas melatari tokoh-tokoh perempuan dalam Tarian Bumi. Pemberontakan terhadap adat, pembangkangan terhadap kultur, dan kekeraskepalaan tokoh-tokoh perempuannya terhadap cinta, pemikiran, dan kehidupan yang kian lama kian modern.
Â
Daftar Pustaka
Â
Dhana, I Nyoman. 1994. Pembinaan Budaya dalam Keluarga Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Rusmini, Oka. 2004. Tarian Bumi. Magelang: Indonesiatera.
Setia, Putu. 1987. Menggungat Bali. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Suasthawa Dharmayudha, I Made, I Wayan Koti Santika. 1991. Filsafat Adat Bali. Denpasar: Upada Sastra.