Mohon tunggu...
delikaputriasheria
delikaputriasheria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mempunyai Hobby Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dampak Sektor Manufaktur Terhadap Perekonomian Jawa Barat

12 Januari 2025   20:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   19:36 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Analisis

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, sektor manufaktur di Jawa Barat memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekonomian daerah. Menurut data BPS Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Jawa Barat terus meningkat, dengan sektor manufaktur memberikan rata-rata kontribusi sekitar 42,78 terhadap PDB Indonesia dalam kurun waktu 2018-2022. Peningkatan investasi di sektor ini, baik dari perusahaan domestik maupun multinasional, menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi pilihan utama untuk pengembangan industri manufaktur.

Alasan perusahaan tertarik untuk berinvestasi dan membangun perusahaannya di Jawa Barat karena  insfratuktur yang memadai seperti tol yang sudah baik, akses yang mudah ke pelabuhan, energi listrik yang memadai untuk kegiatan produkai pabrik, pemerintah Jawa Barat yang memberikan kemudahan terhadap investor seperti perizinan yang mudah dan cepat, lokasi yang  strategis yaitu berdekatan dengan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, SDM berkualitas tinggi, dan tenaga kerja dengan jumlah yang banyak dengan biaya yang relatif terjangkau.

Sektor manufaktur juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja, dengan kawasan industri di Cikarang, Karawang, dan Bekasi menjadi pusat lapangan kerja utama bagi masyarakat. Menurut BPS pada tahun 2022 Proporsi Tenaga Kerja pada sektor Industri Manufaktur adalah 14%.  Sektor ini pun tidak hanya menciptakan lapangan kerja di tingkat rendah, tetapi juga menyediakan peluang bagi tenaga kerja terampil dan profesional, seperti insinyur, teknisi, dan manajer. Hal ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur berperan dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih berkualitas.

Salah satu dampak positif lainnya yang dihasilkan oleh sektor manufaktur di Jawa Barat adalah kenaikan standar upah minimum di daerah ini. Sebagai pusat industri, Jawa Barat telah menyaksikan peningkatan standar upah minimum (UMR) secara signifikan. ada tahun 2024, 10 daerah dengan UMR tertinggi di Indonesia berada pada Jawa Barat, dan daerah dengan UMR tertinggi di Indonesia pada tahun 2024  adalah Kota bekasi dengan Rp.5.343.430, lalu diposisi kedua adalah Kota Karawang dan posisi ketiga Kabupaten Bekasi, bahkan UMR  di ketiga kota tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Ibu Kota DKI Jakarta. Hal ini tidak terlepas dari posisi Bekasi sebagai pusat kawasan industri besar, seperti MM2100, Jababeka, dan EJIP, dan masih banyak lagi kawasan industri manufaktur besar di Bekasi lainnya.

Persaingan dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas dan terampil di kawasan industri ini mendorong kenaikan UMR di Bekasi. Upah yang lebih tinggi tentu membawa dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya beli pekerja. Selain itu, dengan adanya upah yang layak, pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan lebih baik, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Industri manufaktur di Jawa Barat juga turut berperan dalam meningkatkan daya saing daerah ini baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satu indikator peningkatan daya saing adalah berkembangnya sektor ekspor barang-barang manufaktur dari Jawa Barat ke pasar internasional Insfratuktur yang baik seperti jalan tol, bandara dan pelabuhan sangat mendukung mobilisasi barang ke pasar internasional menjadi lebih mudah dan mendukung efisiensi logistik yang membuat sektor manufaktur dapat berkembang pesat dalam mengekspor barangnya. Produk manufaktur asal Jawa Barat, seperti Ekspor tekstil yang berada pada posisi ke-4 penyumbang devisa terbanyak di Indonesia, dan Industri otomotif yang berada pada posisi ke-6 dengan mengekspor kendaraan dan suku cadang dan barang konsumsi lainnya, menjadi bukti nyata bahwa perusahaan manufaktur berperan penting pada devisa negara setiap tahunnya. Di Indonesia pun dalam 6 tahun terakhir yaitu 2018 hingga 2023 eksport barang manufaktur mendominasi dengan score rata rata 44.72 pada World Development Indicator.

Pertumbuhan manufaktur serta meluasnya kawasan industri Jawa Barat tidak luput dari dampak negatif yang dimilikinya. Dampak negatif yang mudah terlihat berasal dari sisi lingkungan, Fenomena lingkungan dampak negatif dari industrialisasi yang dikaji oleh Wibowo Aryo (2023) mengatakan bahwa pembebasan lahan untuk membuka atau memperluas daerah industri merupakan dampak negatif dari perkembangan industrialisasi. Lahan resapan dihilangkan dan dibersihkan untuk membuka dan memperluas daerah industri sehingga apabila pada daerah tersebut sedang mengalami musim hujan dapat memunculkan potensi banjir yang merugikan warga setempat maupun aktivitas industri pada kawasan tersebut. Masih dalam kajian yang sama menyatakan bahwa belum tegasnya pemerintah terhadap Analisis Mengenai Dampak Linkungan (AMDAL) membuat banyak perusahaan yang abai terhadap limbah yang dihasilkan oleh kegiatan produksinya. Limbah yang tidak dikelola baik dapat berpengaruh negatif dan mencemari sumber daya alam sekitarnya. Dampak negatif lainnya timbul pada sisi kesehatan dimana ini merupakan dampak lanjutan dari dampak negatif lingkungan buruknya pengelolaan limbah. Pada penelitian Denny Ardianto (2012) mengatakan bahwa investigasi serta laporan mengatakan sebanyak 78 pekerja mengalami ISPA pada suatu pabrik di salah satu kawasan industri. Angka tersebut dipastikan meningkat mengingat pertahunnya terdapat peningkatan jumlah pabrik yang dibangun secara nasional menurut Direktori Industri Manufaktur Indonesia 2023.

Pola hidup masyarakat menjadi berubah pada daerah yang dijadikan kawasan industrialisasi, Pola hidup bekerja pada sektor agraris berubah dengan adanya perusahaan perusahaan manufaktur yang meluas sehingga tanah lahan kelola untuk pertanian dan perkebunan menjadi berkurang. Masyarakat sekitar juga jadi meninggalkan pekerjaan sektor agraris dikarenakan faktor kebutuhan serta lingkungan sudah tidak mendukung untuk tetap bekerja pada bidang agraris. Kecenderungan pekerjaan masyarakat menjadi pelaku pekerja di perusahaan manufaktur ataupun menjadi penyedia kebutuhan untuk pekerja maupun perusahaan. Beralihnya mata pencaharian maskyarakat daerah kawasan industri mendukung dan menaiknya taraf hidup merubah perilaku daya beli masyrakat menjadi konsumtif. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Yunia Rahayuningsih (2017) mengumpulkan responden masyarakat daerah industri dengan hasil sebanyak 32% responden merasa menjadi lebih konsumtif dengan adanya kenaikan pemasukan yang diterima.

Tidak berdampak secara signifikan namun tetap perlu ada perhatian yaitu dari sisi kriminalitas. Banyaknya pendatang dari luar daerah dengan perbedaan latar belakang, kebutuhan, aturan asal, serta motivasi. Membuat memicunya konflik antar masyarakat asli dengan pendatang yang akan bekerja di perusahaan.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun