Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Supir Taksi dan Bahasa Arab

11 November 2023   19:39 Diperbarui: 11 November 2023   19:43 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti juga Bahasa Indonesia, Bahasa Arab bisa dipilah menjadi dua bagian besar berbeda. Bahasa Fushah atau bahasa resmi yang sesuai gramatika dan 'Amiyah atau bahasa sehari-hari yang kerap jauh dari kaidah tata bahasa.

Orang Indonesia menyebut"Amiiyah" sebagai bahasa pasaran. Bahasa sehari-hari dan diucapkan asal orang mengerti maksudnya. Kita bisa mengetahuinya melalui pergaulan sehari-hari.

Adapun Fushah adalah bahasa yang bisa dipelajari secara telaten di sekolah. Di Indonesia, Fushah inilah yang dipelajari santri-santri di Pondok Pesantren atau Perguruan Tinggi.  

Mempelajari Fushah berarti mempelajari Bahasa yang sistematis, logis dan indah. Orang tidak hanya dituntut mempelajari perubahan bentuk kata, tapi juga tahu bunyi akhir sebuah kata. Fushah adalah bahasa akademik.

Karena yang dipelajari para santri adalah Fushah, maka seorang santri yang datang ke sebuah negara Arab, masih membutuhkan waktu untuk memahami Bahasa Arab sehari-hari. Meski nilai Bahasa Arab di sekolah nya Mumtaz atau Jayyid Jiddan, excellent.

Santri akan kebingungan ketika seorang supir taksi mengatakan Khomsatas yang berarti lima belas riyal. Karena yang dia pelajari, lima belas dalam Bahasa Arab adalah Khomsa 'Asar. Adapun Khomsatas adalah singkatan dari Khomsa 'Asar.

Dalam Bahasa Indonesia, ini mungkin sama dengan praktek berbahasa yang mengganti kata Emosi dengan Esmosi atau Emang Gua Pikiran menjadi EGP. EGP dan Esmosi tidak ada dalam bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Hanya saja negara-negara Arab, utamanya negara Teluk, dikenal sebagai negara dengan jumlah ekspatriat cukup besar. Saudi misalnya. Di negara ini hampir 30% penduduknya adalah ekspatriat atau buruh migran. Utamanya dari kawasan Asia Selatan seperti Pakistan, Bangladesh, atau India. Kebanyakan mereka adalah pekerja informal. Bekerja menjadi supir taksi, petugas kebersihan atau pekerja bangunan.

Karena penuh dengan ekspatriat dan buruh migran Asia Selatan, maka ragam Bahasa Arab dalam kehidupan keseharian pun bertambah. Bukan hanya Fushah dan 'Amiyah tapi juga Shadiqi.

Shadiqi berarti teman. Ucapan yang kerap dipakai orang Pakistan atau Bangladesh untuk memanggil atau menyapa orang lain. Ya Shadiq, hei teman. Begitu biasanya mereka memanggil orang lain.

Bahasa Arab versi Pakistan dan Bangladesh inilah yang akan membuat pembelajar Fushah makin kelimpungan. Disamping bingung dengan dialek dan bunyi bahasa, juga kebingungan dengan kosa katanya. Seperti berulang kali menyebutkan "Kida Kida" yang berarti begini atau begitu.

Sepertinya Bahasa Arab yang sudah disusun dengan rapi dan tertib oleh Sibawaihi, menjadi amburadul karena bahasa Shadiqi ini.

Mungkin salah satu tempat untuk merasakan praktek Fushah, 'Amiyah dan Shadiqi dalam kehidupan masyarakat Saudi adalah Taksi. Ketika naik Taksi, kita akan merasakan praktek ketiga pola bahasa tersebut lengkap dengan ekspresi dan apresiasi mereka.  

Seperti Indonesia, Taksi di Arab Saudi bisa dipilah menjadi dua yang berbeda. Offline dan Online.

Taksi offline banyak berseliweran di jalan. Ada identitas resmi dan memakai argo. Namun bila sudah tahu tujuan dan kisaran tarifnya, penentuan tarif disarankan dengan negosiasi bukan argo. Supaya tidak ada pembengkakan.

Kebanyakan pengemudi taksi offline berasal dari Pakistan. Lainnya berasal dari Mesir, India atau Kashmir. Terlihat seperti bule Eropa padahal masih Asia.

Ketika mencoba ngobrol dengan supir taksi offline inilah kita akan merasakan Arab Amiyah dan Shadiq. Bahasa Arab yang dipelajari di sekolah, jadi berantakan tidak karu-karuan.

Di Indonesia kita belajar dengan ketat penggunaan "Dhamir." Bahwa ketika berbahasa, kita harus secara akurat menyebut kata ganti atau pronoun yang dimaksud.

Bila kata ganti yang akan dipakai untuk menunjukan seorang Perempuan dihadapan kita, maka Dhamir Muttashil nya adalah "Ki" dan Dhamir Munfashil nya adalah "Anti." Sementara bila pronoun yang mau dipakai adalah "Kita" maka Dhamir Muttashil nya adalah "Naa" dan Dhamir Munfashilnya adalah "Nahnu."

Namun rumusan bahasa yang dipelajari sampai begadang ini tidak berlaku. Dalam perbincangan dengan mereka, semuanya seperti mamakai "Mashdar," kata dasar dari kata kerja atau nama. Bila memakai Dhamir maka tidak ada keterkaitan baik secara Muttashil maupun Munfashil.

Ketika kita menunjukan Alamat yang dituju, dengan enteng mereka akan bertanya "Anta ma'lum hadza syari'? Apakah kamu tahu Alamat ini?

Bila kita mencoba berbicara dengan Arab Fushah, maka dua kemungkinan respon yang muncul. Kemungkinan pertama, dia akan kebingungan. Tidak tahu apa yang dimaksud. Adapun bila dia tahu yang dimaksud, maka muncul respon kedua, yaitu mengejek. Seperti mengatakan bahwa bahasa yang kita pakai adalah bahasa komputer.

Konon respon seperti ini jauh lebih baik dibanding respon orang Mesir ketika mendengar kita berbahasa Fushah. Karena mereka kerap membalasnya dengan ucapan "Shadaqallahul 'Adzim." Doa yang diucapkan ketika kita selesai membaca Al-Quran. Karena bahasa Arab yang kita pakai, adalah bahasa Arab tertib dan fasih seperti bahasa Al-Quran.

Hal berbeda bila kita memakai taksi online. Terlebih bila memakai taksi online dengan kelas premium seperti Uber atau Careem.

Careem adalah taksi online yang cukup popular di Timur Tengah. Dimiliki salah satu konglomerat Arab Saudi, Al-Walid bin Talal bin Abdul Aziz Al-Sau'd.

Al-Walid mempunyai Kakek sama dengan Perdana Mentri Arab Saudi sekarang, Mohammed Bin Salman, yaitu Abdul Aziz. Raja pertama Saudi pendiri negara Saudi modern. Menurut Majalah Time, Al-Walid adalah salah satu dari 100 orang berpengaruh di dunia.

Cakupan bisnis Kingdom Holding yang dimilikinya, merentang dari Banking and Finance sebagai pemilik Citibank, sampai media sosial. Al-Walid adalah diantara pemilik saham twitter yang sekarang menjadi X.  

Berbeda dengan taksi offline, taksi online terlihat lebih tertib, lebih rapih dan lebih bersih. Hitungan tarifnya berdasar aplikasi dan tidak bisa negosiasi. Tarif yang terlihat ketika memesan online, adalah tarif awal. Akan ada penambahan jika ternyata jalanan macet.

Karenanya kami sering menghindari memesan taksi online di masa-masa keluar jam kerja yang macet. Aplikasi taksi online hanya dipakai untuk mencari tahu tarif dasar dan menjadi bahan negosiasi ketika memakai taksi offline.

Hal lain yang membedakan adalah pengemudinya yang kebanyakan orang Saudi asli. Mobilnya pun lebih baru, lebih mewah, dan lebih lapang. Seperti mobil yang dilengkapi roof top.

Ketika mencoba berbincang-bincang dengan sopir Saudi inilah kita akan merasakan cara mereka berbahasa dan apresiasi mereka terhadap Arab Fushah yang kita pakai.

Terakhir ngobrol dengan pengemudi taksi online, dia takjub ketika mendengar bahwa kita orang Indonesia berbicara dengan bahasa Fushah. Lebih takjub dan senang ketika diberi tahu bahwa di Indonesia, bahasa Arab diperkenalkan sejak Sekolah Dasar. Bahkan di Sekolah-sekolah Islam seperti Pesantren, banyak yang menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari.

Sebagai orang Arab, tentunya dia merasa bangga ketika bahasa dan tradisinya dipelajari orang Indonesia. Sementara pada saat bersamaan, dia tidak mengenal bahasa Indonesia. Bahkan untuk membedakan orang Indonesia dan Filipina saja sulit.

Ketika kita menceritakan kesulitan berbahasa 'Amiyah, dia mengatakan bahwa Bahasa Arab yang kita pelajari sudah benar. Katanya, Bahasa Arab inilah yang dipakai di negara-negara Arab secara keseluruhan. Bukan hanya di Saudi.

Pada saat memakai taksi online juga kita akan merasakan kebiasaan orang Saudi. Seperti watak dasar orang gurun yang dikenal jujur dan polos.

Bila barang kita tertinggal dan menghubungi customer service, dipastikan barang kita akan kembali. Supir akan menghubungi kita dan mengatakan akan mengantarkan barang tersebut. Hanya saja dia minta waktu untuk mengembalikannya.

Supir juga akan berusaha mengeluarkan pengembalian. Meski mungkin hanya 1.5 Riyal saja. Aplikasinya memungkinkan penumpang untuk menerangkan berapa uang yang sudah dibayarkan kepada si supir.

Kebiasaan orang Saudi yang suka tampil trendi, rapih dan memakai harum-haruman pun terasa bila kita menaiki taksi online. Kita kerap tidak bisa duduk di kursi depan karena kursi tersebut dipakai menyimpan "Kufiyyah", kain tradisional orang Arab penutup kepala, ketika tidak dipakai. Demi "Kufiyyah," tetap rapih dan tidak kusut, pelanggan disuruhnya duduk di belakang.

Lalu bagaimana dengan harum-haruman?

Lain waktu kita bercerita tentang hal ini.

Riyadh, 11 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun