Membaca Sandur Klungkung
Dari penelusuran literatur tentang Sandur di atas, saya menyimpulkan bahwa Sandur di Klungkung merupakan seni yang digunakan untuk kepentingan ritual. Baik pepujian dan model gerakan tari sederhana yang dimainkan di buju' Taka memiliki kemiripan dengan Sandur Pantel yang berkembang di kawasan Sumenep dan Sampang, bukan Sandur Bangkalan.Â
Fungsinya pun untuk kepentingan rokat (ruwatan) dengan tujuan menghormati leluhur dan memohon kepada Sang Pencipta agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan serta tolak bala', dihindarkan dari bencana, malapetaka, dan pagebluk (wabah).
Meskipun belum ada data tertulis yang ditemukan terkait asal-muasal Sandur di Klungkung, dari karakteristik dan komunitas pelakunya, saya bisa mengatakan seni ritual ini dikembangkan oleh para migran Madura yang datang ke kawasan Jember pada era kolonial.Â
Ketika para pekebun swasta Belanda membuka banyak perkebunan, termasuk di kawasan Klungkung dan sekitarnya, para migran didatangkan untuk keperluan tenaga kerja. Para tenaga kerja yang kemudian bermukim di kawasan perkebunan dan sekitarnya itulah yang menghidupkan tradisi Sandur.
Karena warga Madura  hidup di kawasan baru yang penuh tantangan alam dan situasi yang berbeda dari kampung halaman, mereka harus melakukan adaptasi dan bersiasat ketika terjadi sesuatu yang membahayakan atau mengganggu kehidupan mereka. Lingkungan alam berupa pegunungan, jurang, sungai, dan hutan bisa menghadirkan ancaman bagi warga.Â
Begitupula kemungkinan datangnya penyakit yang membahayakan nyawa mereka. Sebagai pendatang yang masih membawa ingatan tentang tradisi yang ada di Madura. Salah satu yang mereka ingat adalah tradisi Sandur, sehingga mereka menggelarnya sebagai upaya untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk atau ketika ada gangguan terhadap kehidupan warga.
Dari sini, kita bisa melihat upaya kultural untuk mengingat, memindahkan, dan mempraktikkan ritual leluhur di tanah Madura dalam suasana dan lingkungan yang berbeda, tetapi keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan tetap dipertahankan.Â
Namun, karena keterbatasan fasilitas di wilayah baru, para pendahulu Sandur harus melakukan perubahan bentuk atau model pertunjukan agar tetap bisa menggelarnya tanpa menghilangkan tujuan baiknya.Â