Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Modern di Desa Era 80-an: Sebuah Ingatan

13 Mei 2023   00:01 Diperbarui: 13 Mei 2023   00:05 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nonton televisi hitam putih di masa Orde Baru. Sumber: Facebook Kota Jogja

Dua orang yang menjadi pemimpin akan sut ‘suit’ (undian dengan adu jari,) yang menang akan memimpin kelompoknya untuk bersembunyi di tempat-tempat yang dianggap sulit untuk ditemukan. Sementara, kelompok yang kalah akan mencari sampai ketemu.

Meskipun demikian, kami masih sering berkumpul di pelataran dengan alas tikar pandan sembari membicarakan hal-hal yang berkenan dengan kehidupan anak-anak. Yang sering kami bicarakan adalah tokoh-tokoh kartun yang waktu itu sedang nge-trend di TVRI, seperti He-Man, Micky Mouse & Donald Duck, Flash Gordon, maupun Phantom. 

Film boneka Si Unyil memang kami gemari, tetapi kami jarang membincangkannya karena tidak semenarik film-film kartun buatan Amerika. Kami tidak pernah berpikir bahwa film boneka ini adalah bagian dari cara rezim untuk mengajari anak-anak hidup dalam keharmonisan keluarga, masyarakat, dan negara. 

Ternyata, meskipun hidup di dusun, impian kami cenderung menembus batas-batas dusun/desa/kabupaten/provinsi/ negara, karena Barat nyatanya sudah bercokol dalam obrolan dan impian masa kecil kami. 

Situs-situs Hiburan yang Memukau

Selain menjadi situs untuk merepresentasikan kepentingan rezim, TVRI juga menjadi situs yang mem- pertemukan masyarakat desa dengan budaya pop, seperti musik dan film. Secara bergantian pada setiap malam minggu, TVRI menayangkan Selekta Pop, Aneka Ria Safari, dan Kamera Ria. 

Sementara, pada Minggu siang, TVRI menayangkan Album Minggu Kita. Dari keempat acara musik itulah, saya, kawan-kawan, dan masyarakat mulai menggemari lagu-lagu yang dibawakan Billbroad seperti “Anak Singkong” dan “Madu dan Racun,” Tommy J. Pisa seperti “Di Batas Kota Ini,” “Suratan,” dan “Pengantin Remaja,” Jayanti Mandasari seperti “Di Puncak Bukit Hijau,” maupun Ria Resti Fauzi seperti “Cinta Sedalam Lautan Atlantik” dan “Sepatu dari Kulit Rusa.” 

Meskipun demikian, sebagian besar masyarakat desa lebih menggemari lagu- lagu dangdut yang dinyanyikan Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, Hamdan ATT, dan Meggy Z. 

Bagi warga yang mempunyai tape player, mereka akan membeli kaset dari penyanyi-penyanyi yang sedang hits di TVRI. Mereka lebih suka membeli kaset bajakan yang biasanya berisi kompilasi lagu yang sedang populer karena harganya lebih murah.

Radio menjadi situs hiburan yang juga sangat populer di masa kecil saya. Program favorit yang sering saya dengarkan bersama kawan-kawan adalah sandiwara radio seperti Saur Sepuh, Tutur Tinular, Kaca Benggala, dan Misteri Gunung Merapi. Biasanya, kami berkumpul di rumah pada setiap Minggu pagi untuk mendengarkan sandiwara yang ditayangkan tujuh seri berturut-turut. 

Dari sandiwara-sandiwara itulah, kami belajar tentang masa lalu fiksional yang mengajarkan tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun