Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ekolinguistik, Mengungkap Masalah Lingkungan dalam Ragam Bahasa

9 Mei 2023   11:17 Diperbarui: 18 Mei 2023   21:11 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Akan tetapi, ekosofi dapat dinilai dari apakah bukti menegaskan atau bertentangan dengan asumsi tentang keadaan dunia yang menjadi dasarnya, atau apakah ada inkonsistensi internal.

Banyak aliran pemikiran yang dapat ditarik dalam membentuk suatu ekosofi, di mana mereka cenderung berjalan di sepanjang tiga spektrum. Spektrum pertama adalah dari antroposentris (berpusat pada manusia) hingga ekosentris (berpusat pada semua kehidupan termasuk manusia). 

Spektrum kedua adalah dari neoliberal di satu poros,  sedangkan sosialis, lokalis atau anarkis di poros lainnya. Spektrum ketiga adalah dari optimis hingga pesimis. 

Menariknya, ketiga spektrum tersebut secara garis besar sejalan satu sama lain, sehingga kerangka neoliberal konservatif cenderung optimistis dan antroposentris, sedangkan pendekatan politik radikal cenderung mengarah pada pesimisme dan ekosentrisme. Ketiga spektrum tersebut bisa diuraikan ke dalam beberapa kencederungan ekosofi yang berkembang dalam ranah akademis dan gerakan lingkungan.

Pertama, perspektif yang paling konservatif dalam tujuannya, cornucopianism. Perspektif filosofis ini memosisikan kecerdikan manusia dan teknologi yang terus maju akan mampu mengatasi masalah lingkungan dan sumber daya. Maka dari itu, manusia sudah seharusnya melanjutkan dan mempercepat kemajuan industri demi keuntungan mereka (dan hanya manusia). 

Kedua, kluster "pembangunan berkelanjutan" yang berupaya untuk menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan ekologis. Perspektif ini memiliki banyak variasi, dari posisi yang lebih konservatif, di mana pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas, hingga pendekatan yang lebih mempertimbangkan faktor sosial dan ekologi.

Ketiga, perspektif ekologi sosial, memandang secara radikal bahwa akar kehancuran ekologis adalah hirarki sosial yang opresif dan penuh ketidakadilan. Manusia akan terus mendominasi dan memperlakukan alam sebagai sumberdaya sampai mereka berhenti mendominasi sesama manusia dan memperlakukan manusia lain sebagai sumberdaya. 

Keempat, ekofeminisme menempatkan penyebab krisis ekologi dalam relasi dominasi, tetapi berfokus pada persamaan antara penindasan hewan dan lingkungan dan dominasi laki-laki terhadap perempuan. 

Salah satu tujuan ekofeminisme adalah mengubah masyarakat sehingga kepekaan ekologis yang diperoleh perempuan melalui peran praktis mereka dalam penghidupan dan pembangunan komunitas dihargai dan digunakan dalam membangun kembali masyarakat yang lebih ekologis.

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun