Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ekolinguistik, Mengungkap Masalah Lingkungan dalam Ragam Bahasa

9 Mei 2023   11:17 Diperbarui: 18 Mei 2023   21:11 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permasalahan lingkungan yang cukup memprihatinkan di tingkat nasional dan global tidak hanya mengundang keprihatinan para pakar ekologi, biologi, dan pertanian. Para linguis juga merespons bermacam masalah lingkungan dalam kajian mereka. Mereka mengembangkan disiplin baru yang berasal dari dua disiplin, ekologi dan linguistik, ekolinguistik.

Untuk mengantarkan ke dunia ekolinguistik, dalam tulisan ini saya akan sedikit me-review karya akademik Arran Stibbe yang berjudul Ecolinguistics: Language, Ecology, and the Stories We Live By (2015) dan "An Ecolinguistic Approach to Critical Discourse Studies" (2014) dalam jurnal Critical Discourse Studies, Vol. 11, No. 1, hal. 117-128.

Semua paparan teoretis dalam tulisan ini berasal dari dua sumber utama tersebut. Apa yang perlu diingat, perspektif yang ditawarkan Stibbe hanyalah salah satu dari banyak perspektif ekolinguistik yang berkembang di ranah akademis.

Ekolinguistik: Bertemunya Ekologi dan Linguistik

Bagaimana ekologi dan linguistik bisa dirajut dalam ekolinguistik? Keterkaitan antara ekologi dan linguistik berangkat dari pemahaman bahwa cara manusia memperlakukan manusia dan makhluk hidup lain serta alam dipengaruhi oleh pemikiran, konsep, ide, ideologi, dan pandangan dunia yang dibentuk melalui praktik berbahasa. Keterkaitan tersebut bersifat dinamis. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Melalui bahasa, misalnya, sistem ekonomi kapitalisme dituliskan dan disebarluaskan sehingga memengaruhi nalar dan tindakan manusia modern, seperti penaklukan dan eksploitasi lingkungan alam untuk menumpuk keuntungan sebesar-besarnya melalui pertambangan dan perkebunan, sehingga menyebabkan penderitaan bagi makhluk hidup yang hidup di dalamnya.

Melalui bahasa sistem tersebut dilawan untuk menciptakan bentuk ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan. Melalui bahasa konsumerisme dikonstruksi dan melalui bahasa konsumerisme dilawan dan orang terinspirasi untuk hidup secukupnya. 

Melalui bahasa, alam direduksi menjadi objek atau sumber daya yang harus ditaklukkan. Melalui bahasa pula, manusia  dapat didorong untuk menghormati dan merawat ekosistem yang mendukung kehidupan.

Linguistik menyediakan piranti untuk menganalisis teks dan ekspresi yang hadir dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk jenis masyarakat yang kita miliki. Alat-alat ini dapat membantu mengungkap cerita-cerita tersembunyi yang ada di antara baris-baris teks. 

Begitu terungkap, cerita-cerita tersebut dapat dipertanyakan dari sudut pandang ekologis: apakah mereka mendorong manusia untuk menghancurkan atau melindungi ekosistem yang menjadi sandaran kehidupan? Jika merusak maka perlu dilawan, dan jika bermanfaat perlu dipromosikan.

Ekolinguistik dapat mengeksplorasi pola bahasa yang lebih umum yang memengaruhi cara orang berpikir tentang, dan memperlakukan, dunia. Teori ini dapat kita gunakan untuk menelaah cerita-cerita yang kita terima dan kita hidup dengan mereka, yakni model kognisi yang memengaruhi perilaku dan terletak di jantung tantangan ekologis yang kita hadapi. 

Terdapat cerita-cerita kunci tentang pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi, alam sebagai objek yang akan dimanfaatkan atau ditaklukkan, keuntungan dan kesuksesan, di mana semua cerita itu memiliki implikasi mendalam tentang cara kita memperlakukan sistem yang menjadi sandaran kehidupan.

Cerita-yang-Kita-Hidup-Dengannya 

Semakin seriusnya masalah lingkungan yang mengancam bumi dan manusia, membutuhkan bukan sekedar solusi teknis, tetapi juga perlu mempertimbangkan secara lebih serius faktor sosial dan budaya yang ikut memperparah masalah tersebut. 

Kalau kita perhatikan, meningkatnya ketidaksetaraan, perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, keterasingan dari alam, dan hilangnya komunitas tidak bisa dilepaskan dari ragam cerita yang mendasari lahirnya masyarakat industri. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Korten (dikutip dalam Stribbe, 2015) menjelaskan empat cerita di pusat peradaban Barat memiliki implikasi ekologis mendalam. Pertama, cerita kemakmuran yang mendorong manusia mengidealisasi dan memuja capaian materi dan uang. Kedua, cerita alkitabiah yang berfokus pada akhirat alih-alih dunia di sekitar kita, termasuk lingkungan alam dan kehidupan makhluk hidup lainnya. 

Ketiga, cerita keamanan yang meningkatkan kapasitas militer dan polisi untuk melindungi dan mengamankan hubungan dominasi yang menguntungkan manusia dari kelompok elit. 

Keempat, cerita tentang makna sekuler yang mereduksi kehidupan menjadi materi dan mekanisme, terlepas dari ikatan kompleks dengan kekuatan adikodrati dan lingkungan alam. Cerita-cerita tersebut melanggengkan ketidakadilan dan mengarah pada keterasingan dari kehidupan dan perusakan lingkungan.

Bowers (dikutip dalam Stibbe, 2015) menjabarkan bagaimana akar metafora tentang individualisme, kemajuan, ekonomisme, dan antroposentrisme (manusia sebagai pusat kehidupan) telah melebur ke dalam proses legitimasi konseptual dan moral yang kuat dalam banyak bidang ilmu dan kebijakan. 

Cerita-cerita tersebut melanggengkan anggapan bahwa manusia dan peradabannya tidak akan bisa berlanjut karena lingkungan alam telah dirusak oleh pengetahuan dan teknologi yang ditujukan untuk kepentingan manusia, khususnya mereka yang tidak pernah merasa puas. 

Bagi Paul Kingsnorth & Dougald Hine (dikutip dalam Stibbe, 2015), cerita paling berbahaya yang biasa kita dengar adalah "cerita sentralitas manusia, tentang spesies yang ditakdirkan untuk menjadi penguasa dari semua yang mereka datangi." 

Dengan akal mereka manusia menjadi begitu rakus terhadap apapun yang mereka jumpai dalam perjalanan, petualangan, dan pengembaraan di tempat-tempat baru. Kita bisa melihat ini dalam praktik penjajahan bangsa Barat terhadap manusia dan alam bangsa Timur serta eksploitasi tanpa henti kelompok pemodal terhadap hutan-hutan di pedalaman. 

Ekolinguistik mempertanyakan cerita-cerita yang menopang peradaban manusia yang terancam keberlanjutannya saat ini, membongkar cerita-cerita menjengkelkan yang mengarah pada perusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial, dan menemukan cerita-cerita baru yang lebih bermanfaat bagi kondisi dunia yang kita hadapi. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Apa yang perlu kita pahami adalah bawah cerita ini bukan cerita dalam arti tradisional dari narasi, melainkan wacana, bingkai, metafora dan, secara umum, kelompok fitur linguistik yang bersama-sama digunakan untuk mengungkap pandangan dunia tertentu. 

Dengan kata lain, ekolinguistik bertujuan mengkaji teks-teks kebahasaan berupa wacana, metafora, dan, secara umum, fitur-fitur bahasa, yang digunakan untuk pandangan dunia tertentu terkait perabadan manusia yang mengalami masalah karena persoalan lingkungan dan bermacam masalah dan perusakan ekologis yang berdampak terhadap ketidakadilan sosial.

Beragam cerita yang disampaikan melalui bermacam teks kebahasaan memiliki peran kunci terhadap kerangka berpikir dan tindakan manusia terkait bagaimana memperlakukan lingkungan alam. 

Dari bermacam cerita yang menyebar dalam bentuk lisan, tulis, visual, ataupun audio-visual, kita bisa mendiskusikan titik-berangkat ekolinguistik beserta aspek-aspek ekologis, aspek-aspek kebahasaan, dan kepentingan-kepentingan yang menyertai itu semua.

Namun, sekali lagi, ini bukan cerita dalam arti narasi biasa. Mereka tidak diceritakan dalam novel yang mengharu-biru, tidak dibacakan untuk anak-anak sebelum tidur, tidak didongengkan kepada anak-anak yang duduk melingkar dengan api unggun di tengah-tengah mereka, atau tidak disampaikan melalui anekdot dalam pidato formal. 

Sebaliknya, cerita itu ada di antara baris teks yang mengelilingi kita, seperti berita yang menggambarkan "kabar buruk" tentang penurunan penjualan Natal, atau "kabar baik" bahwa keuntungan maskapai meningkat, atau iklan yang menjanjikan kita bahwa kita akan menjadi orang yang lebih baik jika kita membeli barang yang tidak perlu yang mereka promosikan. 

Dalam banyak tulisan dan tuturan dalam masyarakat industri adalah cerita tentang pertumbuhan ekonomi tak terbatas sebagai tujuan masyarakat, akumulasi barang yang tidak perlu sebagai jalan menuju perbaikan diri, kemajuan dan keberhasilan didefinisikan secara sempit dalam hal inovasi dan keuntungan teknologi, dan alam sebagai sesuatu yang terpisah dari manusia, sekadar persediaan sumber daya untuk dieksploitasi.

Sekedar contoh, bermacam cerita tentang manusia yang memiliki ciri fisik dan pikiran yang membedakannya dengan binatang. Banyak pakar melakukan eksperimen dan membuat banyak tulisan dan tuturan tentang apa-apa yang membedakan manusia dari binatang. Tidak jarang, legitimasi dari kitab suci digunakan untuk memperkuat posisi manusia sebagai makhluk mulia. 

Kalau tidak hati-hati, pemisahan manusia dari kelompok binatang atau dari alam secara umum, bisa melahirkan cara pandang yang menempatkan manusia sebagai pusat semua kehidupan sehingga mereka bisa melakukan apapun, termasuk mengeksploitasi alam, guna mempertahankan dan melanjutkan kehidupan mereka.

Dengan menggunakan alat analisis kebahasaan, kita bisa membongkar bermacam cerita yang muncul di antara teks yang mewujud iklan, berita media, percakapan dengan para sahabat, ramalan cuaca, petunjuk penggunaan, dan masih banyak yang lain. Cerita-cerita itu bisa muncul dalam konteks pendidikan, hukum, kesehatan, profesional, politik, institusional, dan yang lain. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Tujuan ekolinguistik adalah untuk menemukan cerita dengan konstruksi ideologi dan kepentingannya yang ikut membentuk pikiran banyak warga masyarakat dan warga dunia.

Dengan demikian, dalam perspektif ekolinguistik, cerita dipahami sebagai struktur kognitif dalam pikiran individu yang mempengaruhi mereka dalam mempersepsikan dunia. Sementara, cerita-yang-kita-hidup-dengannya adalah cerita yang ada dalam pikiran banyak individu melintasi budaya.

Struktur kognitif adalah model mental yang ada dalam pikiran individu, seperti model dunia di mana manusia terpisah dan lebih unggul dari binatang lain, atau model di mana manusia dikelilingi oleh lingkungan. 

Kita perlu menemukan model mental yang disebarkan secara luas dalam sebuah budaya karena model ini cenderung memiliki pengaruh kuat pada bagaimana budaya memperlakukan ekosistem yang mendukung kehidupan. Karena model ada dalam pikiran, kita tidak mungkin memeriksa secara langsung. 

Namun, kita dapat menerima petunjuk keberadaan dan strukturnya melalui bahasa yang digunakan orang. Memang, definisi cerita dekat dengan kata "bertutur" atau "berbicara", tetapi cerita-yang-kita-hidup-dengannya mewujudkan dirinya tidak hanya dengan cara berbicara tertentu tetapi juga menulis, menyanyi, menggambar, mengambil foto, memfilmkan, berpakaian dan banyak cara lain yang kita lakukan. ekspresikan diri kita.

Yang penting, cerita-yang-kita-hidup-dengannya memengaruhi bagaimana kita bertindak di dunia. Misalnya, ketika kita melihat alam sebagai sumber daya maka kita lebih mungkin untuk mengeksploitasinya, atau jika pertumbuhan ekonomi dilihat sebagai tujuan utama politik maka kesejahteraan masyarakat dan ekosistem yang mendukung kehidupan manusia mungkin terabaikan.

Peran ekolinguistik adalah menganalisis teks untuk mengungkap cerita-cerita yang mendasarinya, dan kemudian mempertimbangkan dengan hati-hati bagaimana mereka mendorong kita untuk bertindak. 

Jika kita menemukan cerita yang mendorong penghormatan dan kepedulian terhadap ekosistem yang mendukung kehidupan maka perlu dipromosikan, dan jika mendorong perusakan ekologis maka perlu dilawan. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Dari sini, kita bisa melihat komitmen keterlibatan ekolinguistik untuk mengabarkan kepada khalayak luas tentang cerita-cerita yang berpotensi merusak alam dan mengancam kehidupan manusia ataupu cerita-cerita yang perlu dipromosikan secara lebih luas. 

Resistensi yang bisa dilakukan ekolinguis adalah menunjukkan cerita-cerita yang berkepentingan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak individu dan publik, sehingga mereka diharapkan memiliki kesadaran untuk melawan wacana dan ideologi yang merugiakan masyarakat luas. 

Sebaliknya, ketika ekolinguis menemukan cerita-cerita yang bisa mempengaruhi tindakan positif manusia membangun harmoni dengan alam, ia pun wajib menyebarluaskannya.

Memahami Eko dan Linguistik dalam Ekolinguistik

Karena ekolinguistik menggabungkan ekologi dan linguistik, kita perlu memahami bagaimana ekologi (eko) diposisikan dan dipahami. Ekologi dipahami sebagai hubungan-berkelanjutan manusia dengan manusia lain, organisme lain dan lingkungan fisik, dengan orientasi normatif untuk melindungi sistem yang menjadi sandaran manusia dan bentuk kehidupan lainnya untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup mereka. 

Dengan pemahaman ini, ekologi bukan hanya menekankan hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga dengang makhluk hidup lain dan lingkungan fisik dengan tujuan yang jelas: melindungi ekosistem lingkungan yang menjadi tempat hidup manusia dan bentuk kehidupan lain di mana masing-masing dari mereka berhak untuk merasakan kebahagiaan dan kesejahteraan. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Dengan kata lain, bukan hanya manusia yang menjadi pusat, tetapi juga semua makhluk hidup dan lingkungan fisik/alam tempat berlangsungnya kehidupan.

Sementara, aspek kebahasaan dalam ekolinguistik dipahami sebagai penggunaan teknik analisis linguistik untuk mengungkap cerita-yang-kita-hidup-dengannya, membongkarnya untuk mempertanyakan dan menantangnya dari perspektif ekologis. 

Ekolinguistik mengembangkan kerangka kerja yang disederhanakan untuk menelaah cerita-yang-kita-hidup-dengannya dengan mengadaptasi dan menggabungkan sejumlah teori linguistik yang meliputi analisis wacana kritis (Fairclough), teori kerangka/frame (Lakoff and Wehling), teori metafor (Mller), teori penilaian/appraisal (Martin and White), teori identitas (Benwell and Stokoe), konstruksi fakta (Potter), dan teori penghapusan dan pengutamaan (van Leuween). 

Semua teori tersebut dapat digunakan untuk menganalisis bahasa untuk mengungkap cerita yang mendasarinya, meskipun mereka menggunakan berbagai istilah yang berbeda untuk menggambarkan apa yang mereka lakukan.

Dalam kerangka linguistik, yang paling dasar adalah cerita, model mental yang bisa mempengaruhi pikiran individu. Cerita  tentang "kemajuan" misalnya, bisa jadi menempatkan masa lalu secara negatif karena manusia harus berjuang sekuat tenaga agar bisa bertahan hidup, masa kini sebagai peningkatan besar karena inovasi teknologi, masa depan bahkan lebih menjanjikan, dan industrialisasi lebih lanjut dan inovasi teknologi sebagai tujuan. 

Setiap orang akan memiliki kumpulan cerita mereka sendiri di benak mereka, tetapi beberapa cerita, seperti kemajuan, dituturkan dibagikan oleh banyak orang. Artinya, cerita kemajuan telah menjadi kognisi sosial dan melintasi budaya.

Dalam pemahaman demikian, cerita-yang-kita-hidup-dengannya merupakan struktur kognitif yang memengaruhi cara banyak individu berpikir, berbicara, dan bertindak. 

Kisah kemajuan memiliki struktur yang cukup sederhana, seperti arah (maju atau mundur), orientasi evaluatif (maju itu baik dan mundur itu buruk), elemen tertentu yang dipetakan "ke depan" (misalnya inovasi teknologi atau industrialisasi), elemen tertentu yang dipetakan "ke belakang" (misalnya hidup lebih dekat dengan alam), dan perasaan bahwa kemajuan tidak dapat dihindari dan tidak dapat dihentikan. 

Struktur ini dapat memengaruhi pemikiran orang, semisal dalam proses penalaran untuk memutuskan mendukung industrialisasi kawasan hijau atau tidak. Selain itu, cerita kemajuan juga dapat memengaruhi cara mereka berbicara, misalnya dalam menggunakan ekspresi seperti "Anda tidak dapat menghentikan kemajuan." 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Apa yang terpenting adalah bahwa cerita kemajuan dapat memengaruhi bagaimana individu bertindak, misalnya untuk membeli dan menggunakan teknologi terbaru atau menyetujui pengembangan kawasan hijau untuk kompleks industri. Dengan cara ini, cerita berdampak pada kehidupan manusia dan bagaimana mereka memperlakukan ekosistem yang mendukung kehidupan.

Sebagai model mental, tentu, cerita tidak dapat dianalisis secara langsung, tetapi kita bisa mendapatkan petunjuk atau tandanya melalui analisis aspek kebahasaan yang digunakan orang untuk menyampaikan gagasan atau pikiran mereka. 

Misalnya, dengan memeriksa apa yang orang gambarkan sebagai "bergerak maju" dan "mundur" sangat mungkin kita akan memperoleh petunjuk cerita yang mendasari konsep kemajuan yang ada dalam pikiran orang, dan kemudian mempertanyakan apakah "kemajuan" itu cerita yang menguntungkan atau tidak terkait tindakan yang dipengaruhinya. 

Bagaimana cerita memengaruhi tindakan juga penting karena merupakan mekanisme kunci yang dengannya cerita ditransmisikan lintas generasi dan lintas budaya. 

Oleh karena itu, banyak cerita yang berkaitan dengan kekuatan dominan disebarluaskan kedalam pola pikir masyarakat sehingga bisa memengaruhi dan mengubah tindakan mereka dalam memandang alam. 

Sebuah bangsa bisa diubah dengan memasukkan cerita-yang-warga-hidup-dengannya, sehingga mereka akan mengubah orientasi dan tindakan mereka dalam kehidupan berbangsa. 

Bagaimana kemajuan diidentikkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan, misalnya, ikut memengaruhi cara pikir orang desa atau orang pedalaman untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di sekitar mereka untuk memenuhi standar kemajuan hidup. 

Agar bisa mengungkap banyak cerita, analisis ekolinguistik akan menggunakan berbagai teori linguistik untuk menganalisis pola-pola dalam bahasa dalam upaya mengungkap apa-apa yang mendasari cerita-yang-dengannya-kita-hidup. 

Harapannya, kita bisa mengubah cerita yang lebih mengarah kepada keberlanjutan lingkungan hidup dan peradaban manusia serta semua makhluk yang berhak hidup.

Ekosofi

Dalam ekolinguistiik, tujuan untuk mengungkap, membongkar, dan menyoroti cerita-yang-kita-hidup-dengannya adalah untuk mempermasalahkan dan menantangnya, apakah cerita tersebut ini sesuai dengan kondisi dunia saat ini atau apakah kita perlu mencari cerita baru? 

Apakah cerita dianggap "berhasil" atau tidak tergantung pada visi etis peneliti, yaitu pada apakah cerita tersebut membangun jenis dunia yang ingin dilihat oleh peneliti. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Di sinilah, kita bisa melihat bahwa dalam ekolinguistik, sepertihalnya pendekatan kritis lain dalam linguistik, peneliti harus memiliki komitmen keterlibatan dalam masalah lingkungan, apakah dengan cara membongkar konstruksi kepentingan yang ada dalam cerita-cerita dalam teks kebahasaan ataupun memformulasi alternatif cerita-cerita baru yang bisa menjadi model mental bagi bagi banyak orang dalam masyarakat.

Itulah yang disebut kerangka etis/filosofis peneliti yang akan digunakan dalam mengevaluasi bahasa yang dianalisis, meskipun tidak harus dinyatakan secara eksplisit. Sebagai perbandingan, peneliti bahasa yang mengandung rasisme akan menggunakan kerangka etis yang menempatkan rasisme sebagai sesuatu yang negatif dan perlu dilawan, alih-alih sekedar sebagai konstruksi teknis kebahasaan. 

Kerangka etis demikian merupakan acuan filosofis yang mendasari jalannya penelitian kebahasaan untuk mengungkapkan dan menilai cerita yang memuat permasalahan lingkungan. Dengan kerangka yang dibangun dari wacana filosofis, peneliti bisa menelaah cerita-cerita yang ada dalam teks kebahasaan yang bertentangan atau merusak nilai-nilai filosofis yang ditetapkan.

Seorang ekolinguis,  Jrgen Bang, dalam komunikasi personal dengan Stibbe menjelaskan kerangka etis/filosofis ekolinguistik yang semestinya berkontribusi terhadap budaya lokal dan global di mana (i) kerjasama, (ii) berbagi, (iii) dialog demokratis, (iv) perdamaian dan non-kekerasan, (v) kesetaraan dalam setiap ruang kehidupan sehari-hari, dan (vi) keberlanjutan ekologis merupakan fitur dan nilai fundamental. 

Ketika kerangka etis/filosofis tersebut digunakan, maka cerita akan dinilai berdasarkan sejauh mana cerita tersebut mendorong kerja sama atau persaingan, berbagi atau keserakahan, perdamaian atau kekerasan, dan kelestarian atau kehancuran ekologis.

Apa yang perlu dicatat adalah bahwa kerangka filosofis dalam penelitian ekolinguistik tidak bisa diseragamkan. Nanun, ekolinguis tentu memiliki kesamaan dalam hal hubungan manusia dengan makhluk hidup lain dan lingkungan fisik. 

Larson (dikutip dalam Stibbe, 2015) dalam penelitian ekolinguistiknya terkait metafora, memilih menggunakan "keberlanjutan sosioekologis" sebagai kerangka filosofis dan mempertimbangkan "apakah metafora yang telah kita pilih akan membantu kita di jalur keberlanjutan atau membawa kita semakin tersesat." 

Baginya, manusia tidak hanya mencari dan memperjuangkan keberlanjutan ekologis, tetapi juga keberlanjutan sosioekologis yang lebih menyeluruh. 

Kita menginginkan hubungan yang berkelanjutan antara manusia dan alam alih-alih sistem ekologi berkelanjutan tanpa manusia yang akan menjadi tanda kegagalan. Sebisa mungkin metafora yang kita gunakan dalam bercerita bisa mendukung keberlanjutan sosioekologis.

Dalam perkembangannya, peneliti lain menggunakan istilah ecological philosopy atau "ekosofi" untuk rangkaian prinsip filosofis yang memasukkan pertimbangan ekologis. Naess (dikutip dalam Stibbe, 2015) menjelaskan ekosofi sebagai filsafat harmoni ekologis, secara terbuka bersifat normatif berisi norma, aturan, postulat, nilai prioritas, dan hipotesis tentang keadaan tertentu. 

Aspek detil ekosofi akan menunjukkan banyak variasi karena perbedaan yang signifikan tidak hanya mengenai  polusi, sumber daya, populasi, dll, tetapi juga nilai prioritas. Karena ekosofi mencakup "norma" dan " nilai prioritas," tidak ada satu pun ekosofi yang paling benar sebagai dasar ekolinguistik. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Akan tetapi, ekosofi dapat dinilai dari apakah bukti menegaskan atau bertentangan dengan asumsi tentang keadaan dunia yang menjadi dasarnya, atau apakah ada inkonsistensi internal.

Banyak aliran pemikiran yang dapat ditarik dalam membentuk suatu ekosofi, di mana mereka cenderung berjalan di sepanjang tiga spektrum. Spektrum pertama adalah dari antroposentris (berpusat pada manusia) hingga ekosentris (berpusat pada semua kehidupan termasuk manusia). 

Spektrum kedua adalah dari neoliberal di satu poros,  sedangkan sosialis, lokalis atau anarkis di poros lainnya. Spektrum ketiga adalah dari optimis hingga pesimis. 

Menariknya, ketiga spektrum tersebut secara garis besar sejalan satu sama lain, sehingga kerangka neoliberal konservatif cenderung optimistis dan antroposentris, sedangkan pendekatan politik radikal cenderung mengarah pada pesimisme dan ekosentrisme. Ketiga spektrum tersebut bisa diuraikan ke dalam beberapa kencederungan ekosofi yang berkembang dalam ranah akademis dan gerakan lingkungan.

Pertama, perspektif yang paling konservatif dalam tujuannya, cornucopianism. Perspektif filosofis ini memosisikan kecerdikan manusia dan teknologi yang terus maju akan mampu mengatasi masalah lingkungan dan sumber daya. Maka dari itu, manusia sudah seharusnya melanjutkan dan mempercepat kemajuan industri demi keuntungan mereka (dan hanya manusia). 

Kedua, kluster "pembangunan berkelanjutan" yang berupaya untuk menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan ekologis. Perspektif ini memiliki banyak variasi, dari posisi yang lebih konservatif, di mana pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas, hingga pendekatan yang lebih mempertimbangkan faktor sosial dan ekologi.

Ketiga, perspektif ekologi sosial, memandang secara radikal bahwa akar kehancuran ekologis adalah hirarki sosial yang opresif dan penuh ketidakadilan. Manusia akan terus mendominasi dan memperlakukan alam sebagai sumberdaya sampai mereka berhenti mendominasi sesama manusia dan memperlakukan manusia lain sebagai sumberdaya. 

Keempat, ekofeminisme menempatkan penyebab krisis ekologi dalam relasi dominasi, tetapi berfokus pada persamaan antara penindasan hewan dan lingkungan dan dominasi laki-laki terhadap perempuan. 

Salah satu tujuan ekofeminisme adalah mengubah masyarakat sehingga kepekaan ekologis yang diperoleh perempuan melalui peran praktis mereka dalam penghidupan dan pembangunan komunitas dihargai dan digunakan dalam membangun kembali masyarakat yang lebih ekologis.

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Keenam, ekologi mendalam (deep ecology) mengakui nilai intrinsik manusia, tumbuhan, hewan, hutan dan sungai, yaitu nilai mereka di luar penggunaan langsung dan jangka pendek bagi manusia. Menyadari nilai alam, cenderung mendorong manusia untuk melindungi dan melestarikan kondisi yang mendukung semua kehidupan, termasuk kehidupan manusia. 

Ekologi mendalam melahirkan gerakan-gerakan ekologis yang cukup beragam. The Transition Movement, misalnya, mendasarkan kepada filsafat "ketahanan" sebagai tujuan utama, karena perubahan iklim dan penipisan minyak menyebabkan penurunan kemampuan bumi yang tak terelakkan untuk mendukung kehidupan manusia. 

Transisi adalah lokalis dalam mendorong komunitas untuk mendapatkan kembali ikatan dan keterampilan untuk menjaga satu sama lain dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri di luar ekonomi internasional yang bergejolak dan tidak dapat diandalkan. 

Sementara, The Dark Mountain Project melihat harapan "ketahanan" sebagai terlalu optimis, dan bertujuan untuk menghasilkan cerita baru bagi para penyintas untuk hidup setelah runtuhnya peradaban industri yang tak terelakkan. 

Tujuan dari The Dark Mountain Project adalah untuk menemukan cerita yang tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu dan menganggap manusia sebagai bagian dari dunia alami daripada penakluknya.

Keragaman pilihan ekosofi dalam ekolinguistik tidak harus membuat kita bingung. Seorang ekolinguis akan memahami dan menggunakan ekosofi sebagai dijelaskan dalam banyak literatur, tentu dengan pertimbangan mendalam berdasarkan bukti dan pengalamannya dalam menjalani kehidupan di dunia manusia dan jagat alam. 

Bahkan, ekolinguis bisa mengembangkan ekosofi versinya sendiri dengan cara mengadopsi dan menggabungkan beberapa ekosofi yang sudah berkembang untuk memunculkan ekosofi yang relatif baru.

Menjalankan Ekolinguistik: Meningkatkan Kesadaran Bahasa Kritis  

Berdasarkan paparan di atas, untuk membahas teks kebahasaan dengan ekolinguistik, Stibbe menjabarkan beberapa hal yang bisa dipertimbangkan dan diperhatikan. 

Pertama, fokus kepada teks yang memuat cerita-certa yang memiliki (atau berpotensi memiliki) dampak signifikan tidak hanya terkait bagaimana orang memperlakukan orang lain, tetapi juga pada bagaimana mereka memperlakukan sistem ekologi yang lebih besar yang menjadi sandaran kehidupan. Misalnya, bagaimana pemerintah atau pemodal besar memperlakukan hutan dan laut. 

Kedua, teks dan cerita dianalisis dengan menunjukkan bagaimana kluster fitur linguistik yang bersama-sama membentuk cerita yang memuat pandangan dunia tertentu atau "kode budaya."

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis
Kode budaya merupakan keseluruhan nilai, norma, etos, dan kepercayaan sosial yang tersebar serta membangun dan mencerminkan kehendak masyarakat. Contohnya adalah cerita-cerita terkait pertumbuhan ekonomi tanpa batas sebagai tujuan yang mungkin dan diinginkan masyarakat manusia, meskipun harus mengeksploitasi hutan.  

Ketiga, kriteria yang terkait pandangan dunia berasal dari ekosofi secara eksplisit ataupun implisit. Ekosofi menekankan pada bagaimana organisme (termasuk manusia) bergantung pada interaksi dengan organisme lain dan lingkungan fisik untuk bertahan hidup dan berkembang. Ekosofi juga menjadi kerangka kerja etis untuk memutuskan mengapa manusia harus bertahan hidup dan berkembang. 

Keempat, kajian bertujuan untuk mengekspos dan menarik perhatian pada wacana yang tampaknya merusak secara ekologis (yaitu bekerja melawan prinsip-prinsip ekologi), atau sebagai alternatif untuk mencari dan mempromosikan wacana yang berpotensi membantu melindungi dan melestarikan kondisi yang mendukung kehidupan (misal, diselaraskan dengan nilai-nilai ekologis). 

Kelima, kajian bertujuan untuk penerapan praktis melalui peningkatan kesadaran akan peran bahasa dalam penghancuran atau perlindungan ekologis, menginformasikan kebijakan, menginformasikan pengembangan pendidikan atau memberikan ide-ide yang dapat diambil dalam mendesain ulang teks yang ada atau memproduksi teks dan cerita-cerita baru di masa depan.

Dalam kerja penelitian menggunakan ekolinguistik, apa yang dilakukan setelah data terkumpul adalah analisis bagaimana kelompok fitur linguistik dalam teks untuk mengungkap dan menyajikan cerita-cerita terkait pandangan dunia tertentu, kemudian menilai pandangan dunia dengan ekosofi tertentu. 

Bisa jadi kita akan menemukan cerita yang sesuai atau sejalan dengan ekosofi tertentu. Di sisi lain, kita juga sangat mungkin menemukan cerita yang beroposisi secara aktif terhadap ekosofi. Cerita-cerita yang demikian dinilai sebagai wacana negatif, wacana destruktif secara ekologis atau, dengan menggunakan metafora sederhana, masuk kategori wacana yang mendapatkan catatan merah.

Berdasarkan pemahaman tersebut, analisis wacana kritis bisa menjadi salah satu alat untuk melakukan kerja-kerja analitis terkait permasalahan lingkungan dalam teks kebahasaan. Wacana adalah cara standar yang digunakan kelompok tertentu dalam masyarakat menggunakan bahasa, gambar, dan bentuk representasi lainnya. 

Anggota kelompok, baik itu ekonom, jurnalis majalah, ahli pertanian, pecinta lingkungan atau penulis alam, memiliki ciri khas cara berbicara, menulis atau merancang materi visual yang umum bagi kelompok tersebut, yang sebenarnya mendefinisikan kelompok tersebut. 

Ini termasuk pilihan kosa kata, pilihan tata bahasa, pola praanggapan dan fitur linguistik lainnya, yang, penting, bersatu untuk menuturkan cerita tertentu tentang dunia. 

Beberapa konsep dalam analisis wacana kritis memiliki padanan dengan istilah cerita (struktur kognitif atau model mental) dalam ekolinguistik, seperti "perspektif tentang dunia," "konstruksi atau versi tertentu dari realitas," "cara koheren untuk memahami dunia," "suatu praktik membentuk dan mengkonstruksi dunia," "model dunia," "sumber makna untuk memahami dunia." 

Dengan demikian, kita bisa menggunakan analisis wacana kritis untuk mengungkap pandangan dunia dalam wacana kebahasaan tertentu.

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Halliday (dikutib dalam Stibbe, 2014), sebagai upaya mengutuk cerita atau wacana pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bagaimana pertumbuhan direpresentasikan secara positif di berbagai wacana, dari laporan berita yang membuat pernyataan seperti "pandangan yang lebih optimis termasuk ekspansi perjalanan udara yang berkepanjangan didorong oleh pertumbuhan yang berkelanjutan," ke kata "tumbuh" itu sendiri, yang memiliki nilai positif secara psikis. 

Halliday mengkritik cerita pertumbuhan ekonomi dengan ekosofinya sendiri yang didasarkan pada batas lingkungan untuk pertumbuhan dan tujuan kelanjutan kehidupan manusia, "Kita menggunakan ... sumber daya modal ... persediaan air bersih dan tanah pertanian yang tidak bisa kita hidupi tanpa mereka", serta pertimbangan spesies lain, "Kita menghancurkan banyak spesies lain yang membentuk bagian siklus hidup planet ini".

Demikian pula, Gargan (dikutip dalam Stibbe, 2014) mengkritik wacana iklan parfum dari ekosofi yang mempertimbangkan baik kesejahteraan manusia maupun bentuk kehidupan lainnya, memaparkan bagaimana wacana mendorong konsumsi produk beracun dan energi intensif yang tidak perlu berdampak negatif pada manusia dan spesies lainnya. 

Stibbe sendiri juga menganalisis wacana industri produk hewani dari ekosofi pengakuan dan memperhatian sifat hewan dan tumbuhan untuk memaksimalkan penggunaan layanan ekosistem yang tersedia secara bebas. 

Analisis tersebut menunjukkan bagaimana wacana industri produk hewani menentang ekosofi ini dengan menghadirkan hewan sebagai objek, mesin, dan sumber daya, sehingga menyangkal sifat mereka dan membenarkan pertanian intensif yang merusak secara ekologis.

Ketika banyak cerita yang mengusung pandangan yang merusak secara ekologis, bagaimana ekolinguistik dapat berguna untuk menolak dan melawan wacana tersebut. 

Stibbe menawarkan gagasan Fairclough tentang kesadaran bahasa kritis, sebuah upaya sadar untuk memahami wacana yang berpotensi merusak pandangan tentang lingkungan dan menyediakan bahan atau alternatif yang berguna untuk melawannya. 

Misalnya, kesadaran akan efek manipulatif wacana iklan dapat membantu orang menolaknya dengan mengurangi paparan mereka terhadap iklan dan menjadi lebih kritis tentang apakah produk yang diiklankan diperlukan dan benar-benar mengarah pada manfaat yang disarankan dalam iklan. 

Telaah terhadap cara kerja wacana ekonomi yang merusak secara ekologis dapat bermanfaat bagi kelompok-kelompok yang melakukan advokasi lingkungan atau perubahan sosial dan ekonomi.

Bagi Stibbe, kesadaran bahasa kritis bisa meningkatkan kesadaran terkait dampak destruktif wacana bagi mereka bekerja secara langsung di bidang yang bertanggung jawab wacana tersebut. Misalnya, para ekonom dan politisi bisa meningkatkan kesadaran mereka terkait wacana pertumbuhan ekonomi yang bisa merusak lingkungan dalam tulisan atau pidato mereka.  

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Di sini, kita bisa melihat perspektif optimis yang menekankan bahwa, secara umum, orang tidak ingin berkontribusi pada ketidakadilan sosial dan perusakan ekologis. Jika menyadari dampak wacana yang berpotensi merusak, beberapa pihak yang berada di dalam area yang bertanggung jawab atas wacana itu mungkin menuntut perubahan.  

Contoh nyata dari perspektif optimis analisis wacana kritis untuk masalah ekologis yang menimbulkan kesadaran bahasa kritis diungkapkan Croney & Reynnells (dikutip dalam Stibbe, 2014) dalam tulisan mereka di jurnal tentang industri perunggasan, Poultry Science.

Cendekiawan (Linzey, 2006; Stibbe, 2003: 387 & 390) telah menyarankan bahwa wacana industri mencirikan hewan dengan cara yang mengobjektifikasi mereka (hlm. 387) ... Meskipun analisis wacana mungkin tampak aneh dan tidak relevan ... jenis penelitian ini menjelaskan dalam beberapa cara yang berpotensi menguntungkan ... 

Mungkin perlu mempertimbangkan kembali beberapa aspek produksi hewan relatif berkaitan dengan ideologi, wacana, dan praktik. Transparansi praktik produksi hewan kontemporer dan etika perawatan dan penghormatan nyata terhadap hewan harus diwujudkan tidak hanya dalam praktik kami, tetapi juga dalam wacana internal dan eksternal peternakan hewan.

Kutipan ini menjadi penting karena berasal dari intelektual yang menekuni industri perunggasan itu sendiri dan menyerukan perubahan tidak hanya pada tingkat bahasa tetapi juga dalam praktik industri.

Selain wacana destruktif, ekolinguistik juga bisa digunakan untuk mengkaji wacana yang pada awalnya terlihat konstruktif dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ekosofi, tetapi pada saat yang sama tampaknya juga tidak secara aktif bekerja menuju prinsip-prinsip tersebut. Ini bisa disebut wacana ambivalen, atau layak diberi "tanda kuning." 

Terdapat sejumlah wacana arus utama dominan yang dapat dianalisis dengan cara ini, termasuk wacana lingkungan hidup, wacana konservasi, wacana pembangunan berkelanjutan dan yang lain. Artinya, tidak semua teks kebahasaan yang menghadirkan persoalan lingkungan tidak selamanya akan selalu berorientasi positif.

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis
Beberapa wacana lingkungan layak dikritisi karena hanya memfokuskan kepada efisiensi penggunaan sumberdaya, daur ulang yang lebih sedikit, menciptakan teknologi yang lebih efisien, atau membersihkan polusi setelah produksi. Dalam wacana tersebut, tidak ada yang mensyaratkan pertimbangan mendasar tentang berapa banyak sumberdaya dikonsumsi secara keseluruhan dan siapa yang mengkonsumsinya. 

Jika ekosofi didasarkan pada pengurangan keseluruhan konsumsi manusia untuk melindungi ekosistem, sedangkan secara bersamaan mengurangi kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang lebih adil, maka redistribusi sumberdaya berskala besar diperlukan untuk membawa orang keluar dari kemiskinan bahkan ketika total konsumsi menurun.

Wacana lingkungan yang gagal mempertimbangkan redistribusi atau pengurangan konsumsi dapat dikritisi sesuai dengan ekosofi. Atau, jika ekosofi berkaitan dengan memunculkan rasa hormat dan kepedulian terhadap spesies dan lingkungan alam, maka beberapa wacana konservasi dapat dikritisi karena hanya mendorong rasa hormat terhadap sejumlah spesies dalam skala sempit, varietas besar yang suka dipelihara. 

Beberapa masalah ekologis dapat dikritisi karena mewakili alam dan spesies lain sebagai objek atau sumber daya instrumental daripada nilai intrinsik.

Apa yang tidak kalah penting, ekolinguistik juga menelaah wacana yang beresonansi dengan dan selaras dengan ekosofi para analis yang biasa disebut wacana positif, wacana bermanfaat, dan wacana yang mendapatkan "tanda hijau". 

Artinya, cerita-cerita yang ditelaah menghadirkan pandangan dunia yang bisa menjadikan banyak pihak berpikir positif untuk melakukan tindakan-tindakan konstruktif untuk lingkungan, manusia, dan makhluk hidup lain. 

Bringhurst (dikutip dalam Stibbe, 2014) misalnya, mencari bahasa, sastra, dan budaya asli Amerika untuk mencari cerita baru terkati bagaimana hidup di bumi Amerika selama ribuan tahun tanpa merusaknya. Maka, jika manusia ingin benar-benar belajar hidup di dunia, belajar karya-karya lama, baik yang lisan maupun tulis, merupakan salah satu cara terbaik dan paling efisien. Karena karya-karya lama, seperti tradisi pribumi Amerika, mengutamakan hubungan antara manusia dan seluruh dunia.

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Stibbe sendiri menganalisis rangkaian wacana dari haiku dan film animasi Jepang hingga penulisan sains liris model Rachel Carson (seperti dalam buku Silent Spring yang bertutur tentang musim semi yang senyap karena banyak burung dan fauna lainnya mati akibat pengguanaan pestisida) sebagai contoh wacana positif yang mengajak manusia menghormati alam dan memenuhi kebutuhan dengan praktik konsumsi yang tidak berlebihan. 

Memang, wacana yang dianalisis adalah wacana sama yang mengilhami ekosofi di tempat pertama, tidak mengherankan kemudian bahwa mereka menyelaraskan dan beresonansi dengannya. 

Namun, bagi Stibbe tidak menjadi masalah serius, karena tujuan analisis tidak hanya untuk sampai pada kesimpulan biner "baik" atau "buruk" tetapi juga untuk mengungkap cara-cara khusus di mana kumpulan fitur linguistik mengekspresikan pandangan dunia tertentu. Tentu saja, bahkan wacana yang paling "positif" selalu diperlakukan secara kritis karena mereka mungkin bertentangan secara internal atau memiliki efek samping yang tidak diinginkan yang dapat diungkapkan melalui analisis.

Untuk keperluan tersebut, kita bisa menggunakan analisis wacana positif, sebagaimana yang telah dikembangkan Martin dan Rose, Macgilchrist, dan Bartlett. 

Pentingnya menganalisis wacana positif ini terletak pada tujuan ekolinguistik bertujuan tidak hanya mengungkap wacana yang mendorong perusakan ekologis tetapi juga untuk memberikan jalan bagi penciptaan wacana berbeda. Wacana positif, tentu saja, lebih dipromosikan alih-alih dilawan. 

Ini bukan mempromosikan teks, misalnya, mempromosikan karya-karya Rachel Carson, tetapi mempromosikan wacana, yaitu pengelompokan khusus dari fitur-fitur linguistik yang menyampaikan pandangan dunia. 

Pemahaman tentang bagaimana wacana yang digunakan oleh Rachel Carson menyatukan fitur linguistik dengan cara mengekspresikan pengetahuan ilmiah tetapi tanpa mendevaluasi spesies lain dengan mengubahnya menjadi "spesimen" atau "sumber daya" dapat berguna dalam membantu membentuk kembali wacana ekologis. 

Atau pemahaman tentang bagaimana Vandana Shiva menolak memaksakan metafora dari Barat dan menggunakan bahasa dengan cara yang menegaskan kembali metafora tradisional budaya lokal dapat digunakan untuk memberi wacana lelah dan dikompromikan "pembangunan berkelanjutan"' wacana memicu percikan kehidupan baru.

Ekosofi akan digunakan setelah analisis linguistik mengungkap teks dan cerita. Muatan apa yang ada dalam cerita setelah dianalisis dengan kerja-kerja linguistik akan dinilai dan dikritisi dengan menggunakan ekosofi yang dipilih. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Cerita-cerita yang mempromosikan penghargaan terhadap hidup dan kesejahteraan semua spesies, menyerukan pengurangan konsumsi, dan mempromosikan redistribusi sumberdaya secara baik dan berkelanjutan akan dinilai secara positif. 

Sebaliknya, cerita-cerita yang memperlakukan manusia dan lingkungan alam sebagai sumber daya yang harus dieksploitasi, mempromosikan distribusi sumber daya secara tidak adil, dan mempromisikan nilai-nilai yang menunjukkan kerakusan seperti kepemilikan material berlebihan akan dinilai negatif dan, kalau perlu, dilawan. 

Kehadiran ekosofi akan memperdalam penilaian secara kritis. Itu semua bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kritis  dan melawan cerita-cerita yang mendorong kehancuran ekologis serta mempromosikan penggunaan bahasa yang menghadirkan cerita-cerita berbeda yang mendorong manusia untuk melindungi sistem tempat manusia bergantung dalam menjalani kehidupan.

Catatan Penutup

Banyak sekali cerita atau wacana yang disampaikan dan disebarluaskan dalam kehidupan dengan ragam bentuknya ikut memengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Kita seringkali tidak menyadarinya sebagai faktor penting. 

Sebagai contoh Soper (dikutip dalam Stibbe, 2014) mengatakan bahwa belum ada usaha upaya serius untuk mengkritisi dan menantang definisi "kehidupan yang baik" yang terkait dengan budaya konsumen. 

Budaya konsumen menubuh dalam begitu banyak wacana, dari iklan hingga laporan berita dan percakapan sehari-hari dari teman-teman yang saling mengagumi harta milik masing-masing, sehingga konsumerisme sering diabaikan sebagai target untuk bertindak dalam wacana lingkungan arus utama. 

Dokumentasi penulis
Dokumentasi penulis

Ekolinguis, tentu, harus menangani bermacam cerita atau wacana yang memengaruhi kehidupan mansuia. Mereka bisa memaparkan cara-cara yang merusak secara ekologis di mana wacana sehari-hari membangun gagasan tentang "kehidupan yang baik", menyediakan alat untuk membantu melawan wacana-wacana tersebut, serta mencari wacana bermanfaat yang secara aktif mengidentifikasi "kehidupan yang baik" dengan sesuatu selain konsumerisme. 

Lebih jauh lagi, ekolinguistik bisa digunakan untuk dapat membahas bagaimana wacana membentuk hubungan yang vital (secara harfiah "diperlukan untuk kehidupan") antara manusia, spesies lain dan lingkungan fisik melalui berbagai cara.

Selain keperluan terkait isu lingkungan, ekolinguistik memiliki potensi untuk berkontribusi pada pembangunan teori dalam kajian wacana kritis karena berbagai data yang dianalisis dapat mengungkapkan wawasan baru tentang bagaimana bahasa membangun masyarakat. 

Pendekatan yang berbeda memerlukan perbaikan alat yang ada atau pengembangan yang baru. Sebagai contoh, ekolinguistik membutuhkan alat yang lebih canggih untuk analisis penghapusan diskursif, untuk menyelidiki cara-cara linguistik yang kompleks bahwa alam dihapus dari wacana arus utama. 

Ekolinguistik membutuhkan teori yang lebih canggih tentang pembentukan identitas diskursif untuk memeriksa bagaimana identitas ekologis ditempa dalam bahasa, dan pada sisi terapan, sehingga perlu mengembangkan teori yang terkait dengan gerakan sosial yang "diarahkan-untuk yang lain".

Ke depannya, apa yang dibutuhkan untuk mengembangkan ekolinguistik adalah munculnya banyak penelitian baru yang didasarkan pada ekosofi yang eksplisit dan dipikirkan dengan matang dan praktis yang berguna dalam menolak wacana yang mendasari masyarakat yang secara ekologis rusak dan secara sosial tidak adil. 

Rujukan

Stibbe, Arran. 2015. Ecolinguistics: Language, Ecology, and the Stories We Live By. London: Routledge. 

Stibbe, Arran. 2014. "An Ecolinguistic Approach to Critical Discourse Studies," Critical Discourse Studies, Vol. 11, No. 1, hal. 117-128.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun