Setya Laksana: Tradisi yang Membutuhkan Kesiapan Ekonomi
Masyarakat Tengger memang terkenal dengan beragam tradisi yang masih diyakini dan dijalani hingga saat ini. Mereka adalah masyarakat yang taat membayar pajak, baik mereka yang tinggal di wilayah Probolinggo, Malang, Pasuruan, maupun Lumajang. Mereka juga dikenal tidak pernah mau mencuri milik orang lain sehingga wilayah Tengger mendapat julukan zero crime zone.Â
Di samping itu, masyarakat Tengger juga masih setia menjalani ritual seperti Kasada, Entas-entas, Unan-unan, dan lain-lain. Praktik tradisi dalam lingkup sosial tersebut memang lebih banyak berasal dari ajaran turun-temurun, namun, nyatannya mampu memberikan pengaruh positif bagi warga Tengger.
Dalam ranah keluarga, masyarakat Tengger juga mempunyai kearifan yang disebut setya laksana (Sutarto, 2003a). Dalam pandangan masyarakat Tengger, seorang suami dan istri dalam sebuah keluarga, sudah seharusnya mau dan mampu dalam menjalankan kesetiaan untuk mewujudkan setya laksana berupa walima.Â
Konsep walima berisi wareg (cukup makan), waras (sehat jasmani), wastra (cukup sandang), wasis (cukup ilmu pengetahuan), dan wisma (mempunyai tempat tinggal yang layak). Kearifan tersebut tentu sudah bertransformasi karena perkembangan zaman yang sangat dinamis.Â
Bagi warga Tengger sebelum zaman kolonial, untuk mencapai tahapan wareg, misalnya, mereka mungkin cukup menanam jagung putih atau talas untuk menghilangkan rasa lapar. Namun, saat ini, jagung dan talas sudah tidak banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok dan digantikan oleh beras.Â
Apa yang menarik dicermati dari konsep walima tersebut adalah dibutuhkannya kesiapan secara ekonomis untuk mewujudkan kelima orientasi ideologis tersebut.
Kesiapan secara ekonomis inilah yang membutuhkan kerja keras bagi keluarga Tengger. Tidak hanya para suami sebagai kepala keluarga, para istri juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mewujudkan walima.Â
Tidak heran kalau dari pagi hingga siang atau petang banyak perempuan Tengger yang ikut bekerja di ladang, dari mencangkul lahan, menanam, ngubat (menyemprotkan pestisida), hingga memanen.Â
Semua itu dilakukan demi mendapatkan hasil panen sayur-mayur yang melimpah sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup, baik yang berkaitan dengan pangan, sandang, papan, ilmu, hingga kesehatan. Pertanian komersil yang menuntut kerja produksi modern, dengan demikian, mampu menjadi alat untuk mewujudkan impian-impian kebaikan dan kesejahteraan bagi keluarga Tengger.Â