Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Multikulturalisme dalam Sastra Diasporik

28 Februari 2023   03:58 Diperbarui: 6 Mei 2024   14:59 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang menarik untuk dilihat lebih jauh adalah bagaimana penulis menghadirkan realitas multikultural dan isu-isu yang menempatkan subjek diasporik pada situasi yang mengharuskan mereka untuk mengapropriasi budaya dominan dan menghormati budaya etnis lain. 

Sementara orang kulit putih memposisikan mereka sebagai subjek yang berbeda secara budaya dan menginginkan mereka berada dalam posisi yang sama, keunikan stereotip.

Tulisan Multikultural yang Bersepakat secara Politis
Dalam studinya tentang novel-novel populer yang ditulis oleh penulis Asia-Amerika dari tahun 1950 hingga 1990-an, Chae (2008: 6-7) mengkonseptualisasikan dua kerangka diskursif untuk membaca kehadiran isu multikulturalisme dalam karya-karya yang ia kaji, yakni tulisan multikultural yang bersekapat secara politis dan tulisan multikultural yang sadar secara politis

Konsep pertama menggambarkan wacana konservatif yang memposisikan proses asimilasi dengan budaya kulit putih, baik terpaksa atau tidak, sebagai cara terbaik bagi subjek diasporik agar berhasil mewujudkan impian Amerika tanpa mengaitkannya dengan masalah sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi dan yang  membuat mereka pindah dari negara asal, diskriminasi rasial, dan ketimpangan ekonomi di Amerika Serikat. 

Imigran Tionghoa di New York, sekira tahun 1900. Sumber: Byron/Loc.Gov
Imigran Tionghoa di New York, sekira tahun 1900. Sumber: Byron/Loc.Gov

Sebagian besar teks etnis populer cenderung tidak merepresentasikan kebijakan kontradiktif pemerintah AS terhadap imigran, sehingga memilih untuk menceritakan kisah sukses asimilasi yang membentuk "minoritas teladan", seperti yang digambarkan dalam berita atau gambar di media. 

Tulisan-tulisan multikultural Asia-Amerika yang bersepakat secara politis terjalin dengan multikulturalisme AS yang dilembagakan untuk mengungkap dan merayakan keragaman budaya, sementara pada saat yang sama mengaburkan struktur politik dan kekuasaan yang tidak setara dan hanya menghadirkan perbedaan budaya sementara pada saat yang sama memperkuat Asia-Amerika sebagai "minoritas model" .

Dalam pola naratif minoritas model, novel  Fifth Chinese Daughter (1950) karya Jade Snow Wong dan Joy Luck Club (1989) karya Amy Tan dapat dianggap sebagai contoh sastra Asia-Amerika yang merepresentasikan perbedaan budaya imigran Asia yang dikemas dalam narasi dan stereotip eksotis, tetapi gagal dalam mengeksplorasi kompleksitas etnis. 

Karena terlalu menekankan keberhasilan subjek diasporik Asia-Amerika dalam mewujudkan impian mereka terlepas dari diskriminasi rasial, kedua novel tersebut gagal menampilkan kompleksitas dan masalah ekonomi, sosial-politik, dan hukum yang semuanya dikondisikan oleh kebijakan pemerintah dan dominasi budaya kulit putih (Chae , 2011: 56). 

Dalam Joy Luck Club, lebih lanjut, terlepas dari representasi strategi budaya yang dilakukan generasi kedua diaspora dalam menunjukkan ke-Amerika-annya sambil mempelajari budaya ibunya, kita dapat menemukan konstruksi ke-Tionghoa-an dalam paradigma esensial melalui gambaran ibu di tanah air dan di AS (Adams, 2008: 122-123). 

Paradigma esensial dapat mengarah pada pembentukan neo-Orientalisme di mana penulis diasporik dengan pengalaman Barat membangun secara stereotip bangsa, masyarakat, dan budaya Timur, meskipun secara bertahap mulai memperoleh nilai-nilai modern. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun