Pembiasaan apresiasi bisa dilakukan sejak usia dini. Para siswa di tingkat TK dan SD, misalnya, mulai harus diajak menonton kesenian lokal di masing-masing wilayah. Paling tidak, dari kegiatan ini, mereka akan memiliki ingatan tentang keunikan kesenian lokal. Tentu, kegiatan serupa harus dilanjutkan pada jenjang pendidikan berikutnya dengan penekanan yang berbeda.Â
Mulai SMP, misalnya, mereka mulai diminta untuk membuat tulisan tentang kesan setelah menonton pertunjukan. Pada tingkat SMA, para siswa mulai diarahkan untuk membuat tulisan berisi cara pandang mereka terhadap tampilan seni.Â
Apabila tradisi ini bisa diciptakan, maka terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh. Pertama, sejak dini para siswa dididik untuk mencintai dan mengevaluasi kesenian lokal. Kedua, mereka akan memiliki paradigma konstruktif dalam memandang kesenian di wilayah masing-masing.Â
Ketiga, mereka akan mempunyai kemampuan menulis yang sekaligus bisa untuk menyelesaikan masalah pendidikan di tanah air di mana tradisi tulis masih tertinggal jauh dengan negara-negara lain.Â
Selain itu, untuk tataran kompetitif, dinas terkait di provinsi maupun kabupaten bisa mengadakan lomba penulisan artikel tentang kesenian lokal di mana selain dirangsang dengan hadiah karya para peserta akan dibukukan sehingga bisa memunculkan kebanggaan tersendiri sekaligus bisa menjadi referensi bagi pengajaran kesenian yang membumi.Â
Penataan Industri Kreatif
Pada dasarnya, para pelaku kesenian lokal sudah banyak yang masuk ke dalam industri kreatif. Buktinya, sudah banyak kesenian lokal yang direkam dan diedarkan dalam bentuk digital (VCD/DVD) pada era 2000-an dan saat ini sudah banyak yang diunggah di media baru, seperti Youtube.Â
Perkembangan ini tentu menggembirakan karena memungkinkan perluasan wacana kultural melalui atraksi kesenian yang hadir di ruang keluarga. Namun, apabila tidak hati-hati, moda peringkasan dan penyesuaian ke dalam format digital bisa mereduksi kedalaman makna seni dan sekedar menjadi hiburan.Â
Di sinilah, dibutuhkan kerjasama strategis antara para seniman/wati dengan akademisi ataupun budayawan terkait bagaimana bersiasat dalam dunia digital tanpa harus kehilangan sepenuhnya kedalaman makna yang ada dalam sebuah kesenian.Â