Di tengah-tengah pesismisme akibat ketidakmenentuan kebijakan pemerintah untuk pengembangan kesenian lokal, saya masih sedikit tersenyum, karena di banyak daerah di Indonesia, masih banyak pelaku seni dan warga masyarakat yang cukup bersemangat untuk tetap menjadikan kesenian lokal hidup, berkembang, dan berdaya.
Diakui atau tidak, seragamisasi kultural yang disebabkan peniruan terhadap trend kesenian industrial-global, dari American music hingga Korean Wave, di tingkat nasional berimplikasi secara langsung kepada marjinalisasi hasil ekspresi lokal.
Selain itu, trend dangdut koplo juga ikut berkontribusi terhadap pembentukan “budaya baru” yang diwarnai kegembiraan musikal, sehingga tradisi kontemplatif dan reflektif yang dihadirkan dalam pertunjukan kesenian lokal menjadi barang aneh.
Apa yang tidak bisa dipungkiri adalah stigmatisasi terhadap kesenian lokal yang mengandung kemusrikan dan kemaksiatan ikut pula menyebabkan mulai bergesernya kecintaan warga masyarakat terhadap mereka.
Namun, sekali lagi, di tengah-tengah persoalan-persoalan tersebut, para seniman/wati di banyak kabupaten di Jawa Timur dan provinsi lain, bisa dikatakan masih bersemangat untuk mengembangkan daya-hidup kesenian yang diyakini mengandung ajaran-ajaran leluhur tentang keharmonisan kosmologis antara jagat besar dan jagat kecil.
Apa yang menjadi tantangan ke depan, baik bagi para pelaku maupun para pemangku kebijakan kultural, adalah bagaimana memformulasi paradigma dan desain pemberdayaan kesenian lokal yang berorientasi pada penguatan pemahaman anggota masyarakat terhadap nilai-nilai filosofis pertunjukan dan pemberdayaan kreatif yang bisa menyokong kehidupan para seniman.
Berangkat dari pengalaman-pengalaman saya ketika melakukan penelitian terhadap keberdayaan dan pemberdayaan kesenian lokal selama lima tahun terakhir, makalah ini akan memaparkan beberapa alternatif paradigma dan desain operasional pemberdayaan yang mungkin bisa dilakukan oleh para pemangku kebijakan dan para pelaku kesenian lokal.
Pertama-tama, saya akan membincang tentang paradigma yang berisi pemikiran-pemikiran strategis tentang pembacaan terhadap kondisi kultural kontemporer serta penyikapan dalam bentuk pengembangan kesenian lokal.
Pada bagian berikutnya, saya akan mengeksplorasi alternatif desain operasional terkait pemberdayaan kesenian lokal serta kehidupan para pelaku dan masyarakat pendukungnya.
Beberapa Paradigma