Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film, Sensor, dan Paradoks Budaya Bangsa

8 Februari 2023   00:15 Diperbarui: 9 Februari 2023   00:01 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Hamil Muda. Sumber: Mastein.wordpress

Memang, proyek pembongkaran budaya ini membutuhkan kerja, energi, waktu, dan komitmen jangka panjang. Para pendidik maupun budayawan tidak boleh lagi terjebak pada kekakuan paradigma budaya bangsa adiluhung, demikian juga para sineas tidak boleh terjebak pada budaya perkotaan saja. 

Artinya, pembongkaran budaya ini harus berjalan secara sinergis dengan melibatkan pendidikan dan perfilman. Garin, Nia Dinata, Mira Lesmana, Hanung Brahmantyo maupun Deddy Mizwar sudah menunjukkan kualitas mereka dengan menghasilkan film- film bermutu yang memberikan tawaran alternatif dalam memandang persoalan kebudayaan dengan beragam konteks dan kontestasinya. 

Demikian juga dengan almarhum Romo Mangunwijaya yang berhasil mengembangkan sekolah-sekolah alternatif bagi masyarakat biasa yang kurang mampu dengan mengedepankan perilaku budaya egalitarian yang dulunya menjadi ciri masyarakat kita. 

Pembongkaran budaya itu akan mendorong lahirnya generasi yang literasi budaya (cultural literacy), sebuah generasi yang secara kritis bisa memahami budaya yang ada dalam kehidupan mereka, baik yang berasal dari tradisi-lokal maupun Barat, untuk kemudian menggunakan atau menolak praktik dan nilai budaya yang kurang sesuai dengan impian ideal mereka sebagai generasi penerus.

Untuk menuju melek budaya, jelas dibutuhkan satu strategi dan kebijakan untuk mengusahakan literasi media (media literacy). Secara sederhana melek media, menurut Heins & Cho (2003: 4) merupakan:

kemampuan berpikir kritis untuk membacar tayangan-tayangan yang ada dalam media maupun komunikasi massa, sehingga seorang penonton bisa melakukan tindakan-tindakan kritis ketika mereka melihat tayangan iklan “perempuan yang sedang merokok” maupun adegan peperangan atau perkelahian. 

Literasi media, penonton menjadi sadar bahwa realitas dalam film maupun media-media lainnya adalah produk representasi dari realitas yang sudah dikonstruksi sedemikian rupa sehingga mereka tidak menjadi penonton yang pasif, tetapi aktif.

Dengan literasi media, akan muncul penonton-penonton yang sadar bagaimana harus memahami tayangan-tayangan yang ada dalam film, televisi, maupun media massa lainnya. Di Amerika Serikat maupun Eropa, kegiatan pelatihan literasi media bagi guru maupun siswa/mahasiswa telah menjadi satu kepentingan bersama yang disadari oleh masyarakat di tengah-tengah perkembangan industri budaya dan media massa yang sudah tidak mungkin di bendung lagi.

Boleh saja para birokrat maupun sineas berkutat dalam persoalan sensor, tetapi ketika mereka melupakan agenda penting yang sudah semakin mendesak semacam media literacy, maka yang terjadi hanyalah kekonyolan tak bertanggung jawab karena hanya mengurusi kepentingan budaya dan bisnis, tanpa mau memikirkan kecerdasan di tataran penonton. 

Ketika penonton menjadi cerdas dan tahu mana yang baik dan tidak, LSF atau apapun namanya tidak lagi dibutuhkan. Mungkin ini bisa dianggap semakin membebaskan para sineas hingga kebablasan dan menjadi semata-mata Barat. Tentu saja berlebihan untuk berpikir demikian. 

Ketika penonton, terutama generasi muda, sudah mempunyai kesadaran kritis, para sineas akan berpikir ulang untuk memproduksi film-film yang sembrono karena mereka berhadapan dengan penonton yang sudah mempunyai pandangan-pandangan kritis terhadap tontonan yang baik atau tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun