Dalam studinya tentang When I was Puerto Rican dan Almost a Woman, Echano (2003) mengeksplorasi cara naratif memoar menggambarkan interaksi rumit di antara lokasi geografis Santiago.Â
Termasuk, perubahan dalam pemahamannya tentang kelas dan etnis yang disebabkan oleh perpindahan dan sikap dinamisnya terhadap berbagai komunitas baik yang membentuk perasaan dirinya atau dibentuk-ulang oleh narasinya.Â
Kedua novel mengkonstruksi negosiasi ulang identitas dengan menggambarkan berbagai komunitas-pedesaan dan perkotaan Puerto Rico, Puerto Rico yang terpinggirkan secara ekonomi dan bergerak ke atas di benua itu, dan kelas menengah Amerika kulit putih.Â
Sementara, Watson (2013) membaca When I was a Puerto Rico sebagai narasi oto-etnografis penulis perempuan sebagai subjek hibrid yang mengkonstruksi wacana diri dalam ruang transkultural di mana perbedaan bahasa dan budaya menjadi peristiwa yang dominan.
Meskipun memiliki permasalahan yang sama terkait budaya imigran, dalam artikel ini saya akan fokus pada subjektivitas antara yang menghasilkan kondisi mimikri/mokeri dan hibriditas dalam proses aproproasi budaya Amerika tanpa meninggalkan budaya Puerto Rico sepenuhnya.Â
Narasi hibriditas kultural dalam Almost a Woman dan kondisi kontekstualnya serta visi kritis pengarang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Tokoh utama dan tokoh pendukung mengalami perjumpaan kultural dengan nilai-nilai dan praktik kulit putih yang dominan yang darinya mereka harus menjalankan apropriasi kultural.Â
Hal ini memungkinkan tokoh utama menghasilkan strategi yang luwes, terutama dalam memainkan subjektivitas sebagai individu yang mampu bermanuver di negara induk.
Kerangka Teoretis: Pascakolonialisme
Untuk membahas permasalahan tersebut, saya akan menerapkan teori pascakolonial yang dikembangkan Bhabha (1994). Pascakolonialisme membongkar oposisi biner dan mengkritisi kompleksitas kultural sebagai produk ambivalen di masa kolonial dan pascakolonial.Â
Dalam kondisi dominasi, subjek subordinat memainkan strategi untuk menegosiasikan suaranya di tengah perbedaan kultural yang dikonstruksi secara diskursif oleh subjek dominan.Â
Dengan melakukan mimikri mealui apropriasi dan inapropriasi secara terus menerus, subjek subordinat memiliki kapasitas agensi untuk memasuki kekuatan dominan dan budaya modern; tidak sepenuhnya diam, masih menegosiasikan beberapa budaya ibu yang berbeda.Â